Koalisi Parpol

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Pilpres 2024 masih cukup waktu, partai sudah keburu nafsu menggalang koalisi mencari peluang posisi terbaiknya. Koalisi besar atau gemuk bersama penguasa sejak lama sudah bisa ditebak saatnya tiba pasti pecah. Karena kepentingan masing masing partai sudah bergeser mengejar peluang kepentingan politik pragmatisme baru yang bisa membawa keuntungan dan membantu keselamatan partainya.

Idealisme perjuangan partai untuk rakyat sudah lama mengering, buka lapak menjelang Pilpres adalah keniscayaan bagi mereka harus di manfaatkan dan dimaksimalkan mencari figur capres dan peluang  politik finansial yang dibungkus dengan nama koalisi.

Politikus gaya katak berenang pasti paham sekali mendayung sebanyak banyaknya pulau bisa di lampaui.

Elit parpol pasti paham bahwa dalam pertarungan politik segmen pemilih dapat dikelompokkan menjadi ; The Sinner, The Saint dan The Savable,  biasa dikenal dengan massa mengambang (floating mass) yang tidak terikat dengan parpol tertentu.

Bagi suatu parpol sulit untuk mengutak-atik kelompok pertama. Musuh politik dapat dimasukkan ke dalam kelompok ini. Kelompok kedua, sudah aman dan dipastikan selalu memberi dukungan. Yang menjadi tantangan (challenge) bagi parpol adalah kelompok ketiga, yaitu massa mengambang.

Massa mengambang dapat diartikan sebagai kelompok massa yang tidak terikat parpol/calon tertentu atau yang belum menentukan pilihan dalam ajang pemilihan pimpinan daerah/nasional. Kelompok ini  menduduki porsi terbesar dalam suatu pemilihan.

Dalam berbagai studi loyalis partai hanya pada kisaran 5 sampai 10 %. Ini artinya, 90 sampai 95 persen pemilih di masing-masing parpol sangat mungkin berpindah haluan atau pilihan.

Massa mengambang di Indonesia sulit didekati dengan rayuan ideologi, program-program partai, dan perdebatan politik yang menjenuhkan. Rakyat sudah capek dengan kesusahan hidup. Mereka butuh sesuatu yang melenturkan otot-otot, pikiran, kesusahan  dan  kesengsaraan mereka.

Dari sinilah politik transaksional dengan beli suara ditanggap sinyalnya oleh oligarki. Ketika  datang menyodok segepok duit mereka semua akan runtuh. Mereka sudah pada titik habituasi dari kesulitan hidup dan beruntung kalau bisa bertahan untuk hidup.

Oligarki sangat paham tentang kehidupan partai di Indonesia bahkan sangat paham kemampuan finansial para capres yang akan mencalonkan diri. Oligargi juga bergerak taktis mengunci pa Capres yang akan berlaga dengan PT 20 %.

Oligargi bergerak cerdik bahkan peta masa mengambang telah mereka kuasai  sampai tingkat desa. Dan oligarki lebih cepat bergerak taktis untuk mengendalikan dan menguasai masa mengambang  bahwa kebijakan masa mengambang adalah kebijakan massa yang tidak tahu arah politik, biasanya massa ini mudah terbawa arus politik.

Ciri Partai politik di Indonesia sudah terdeteksi  : pertama,  ikatan mayarakat dengan partai politik lemah, bahkan sebagian tidak tersambung sama sekali. Kedua, adanya fenomena deparpolisasi yakni gejala psikologis tidak percaya lagi dengan parpol sebagai wadah aspirasi.

Rakyat mengerti hubungan dengan partai politik  hanya beberapa detik dibilik suara, itupun hanya karena beban psikologis setelah  terima mahar untuk memilihnya. Selain karena transaksional, sebagian dari mereka masih mau bergerak ke bilik suara lebih banyak ditentukan oleh faktor ketokohan, bukan afiliasi parpol.

Kondisi seperti ini bagi Capres tidak akan bisa berlaga tanpa mengiba partai politik sebagai formalitas syarat yang harus dipenuhinya PT 20 %.

Penawaran dari partai tertentu yang tidak  mampu menjual Capresnya buka lapak ugal ugalan mahalnya.

Sementara saat berlangsungnya Pilpres peran sangat minim – kekuatan kemenangan sudah total milik Oligarki.

Disi lain kebutuhan finansial bagi para Capres suka atau tidak suka harus masuk dunia politik transaksional dengan pemilih, dihadapkan pada pilihan sulit. Oligargi yang jauh lebih siap telah menawarkan perangkapnya.

Diskursus yang dibangun para elit partai koalisi dan elit politik lainnya sering tidak nyambung dengan masa mengambang bahkan dengan masyarakat. Masing masing asik  di dunianya sendiri sendiri.

Kondisi seperti ini harus ada jalan keluarnya PT. 0 % harus dipenuhi MK dan harus ada perangkat konstitusi siapapun Capres yang terbukti menggunakan jasa oligarki harus dinyatakan gugur baik sebelum, selama dan sesudah dinyatakan menang dalam pertarungan Pilpres 2024.