Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan uji materi UU Ibu Kota Negara (UU IKN) tidak bersamaan memunculkan pertanyaan besar.
“Diputusnya perkara pengujian UU IKN dengan perkara No.39, 40, 47, 48, 53, dan 54/PUU-XX/2022 tentang judicial review UU IKN secara tidak bersamaan dengan Perkara 25/PUU-XX/2022 dan 34/PUU-XX/2022 menimbulkan pertanyaan besar,” kata Sekretaris Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) Marwan Batubara kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (31/5/2022).
Kata Marwan, enam perkara yang disebut pertama akan diputuskan pada 31 Mei 2022. Sedang putusan untuk perkara No.25 dan No.34/PUU-XX/2022, masih belum jelas jadwalnya. “Kami dengan ini menyatakan protes keras atas rencana MK tersebut,” paparnya.
Kata Marwan, PNKN mempertanyakan mengapa MK tidak menggelar seluruh perkara secara bersamaan, mengingat kedelapan (8) perkara yang disebut di atas merupakan Permohonan Uji Formil atas objek yang sama, yaitu Uji Formil UU IKN. Padahal, jika merujuk pada penanganan perkara-perkara yang memiliki objek yang sama seperti berlaku sebelumnya, maka sangat lazim jika pengucapan putusan oleh MK digelar secara bersamaan.
“Kita patut bertanya, apa tujuan dan motif di balik rencana dan tindakan MK yang dinilai berada di luar kelaziman tersebut. Hal ini dapat menimbulkan spekulasi dan persepsi bahwa MK sedang bermain dengan kekuasaan yang dimiliki untuk memenuhi kepentingan politik penguasa dan juga kepentingan oligarki yang sangat ambisius berbisnis pembangunan IKN,” paparnya.
PNKN menilai, melalui putusan tanggal 31 Mei 2022, MK tampaknya sedang berupaya memberi panggung bagi Pemerintah dan DPR untuk membangun opini bahwa Permohonan Uji Formil UU IKN Tidak Diterima, karena Pembentukan UU IKN sudah memenuhi Prosedur Formil pembentukan UU, yakni sesuai konstitusi dan UU No.12/2011.
Menurut Marwan, perkara-perkara yang akan diputus pada tanggal 31 Mei 2022 (yakni perkara-perkara No.39, 40, 47, 48, 53, dan 54) tersebut adalah perkara-perkara yang belum pernah diproses, disidang dan masuk dalam pemeriksaan pokok perkara.
“Dengan kondisi demikian, PNKN mengkhawatirkan kemungkinan besar Putusan MK, pada 31 Mei 2022 atas keenam perkara tersebut antara lain akan berisi kesimpulan utama: 1. Pemohon Uji Formil Tidak Memenuhi Legal Standing. 2. Permohonan yang diajukan telah melewati tenggat waktu 45 hari untuk mengajukan permohonan, sehingga otomatis tidak berlaku,” pungkasnya.