Di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) regulasi di semua sektor berpihak kepada elit politisi yang mesra dengan taipan oligarki.
“Di hampir semua sektor di mana regulasi tidak berpihak pada publik, tapi justru berpihak pada segelintir elit politisi yang mesra dengan para taipan oligarki,” kata Guru Besar ITS Prof Daniel Mohammad Rosyid dalam artikel berjudul “People Power Now”.
Regulasi yang hanya dinikmati elit, kata Daniel menyebabkan kesenjangan spasial melebar dan ketimpangan sosial ekonomi makin parah.
Daniel juga mengatakan, sindrom negara gagal ini merupakan konsekuensi dari krisis konstitusi. Sambil melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pemerintah dan DPR dengan mudah mengabaikan DPD dalam kerja-kerja legislasi dan pengawasan serta budgeting.
“Pandemi dijadikan alasan yang makin kuat bagi maladministrasi publik oleh rezim ini. Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menjadi bagian dari deformasi ini, bukan solusinya,” jelasnya.
Menurut Daniel, hampir semua upaya judicial review UU MD3, UU IKN, dan UU Pemilu tentang presidential threshold ke MK kandas. “MK bukan lagi lembaga the guardian of the constitution, tapi tampak rela mendegradasi diri menjadi the pirate of the constitution,” tegas Daniel.
Selain itu, kata Daniel, skala deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara Republik ini sejak reformasi 22 tahun silam semakin besar sehingga semakin sulit untuk direstorasi ke kondisi semula. Sistem konstitusi palsu yang berlaku saat ini terbukti lemah, dan telah dibebani sedemikian rupa seperti bangunan yang sudah melampaui kapasitas elastisnya.
“Opsi selanjutnya cuma satu : runtuh. Kehidupan masyarakat semakin getas sehingga rapuh. Seperti kaca, bangunan itu rentan untuk pecah berantakan. Agenda demokratisasi, desentralisasi dan pemberantasan korupsi makih jauh panggang dari api,” pungkasnya.