Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Negara dan politik di Indonesia dirusak oleh praktek Teori oligarki kembar tiga : Oligarki Politik (Badut Politik), Oligarki Ekonomi (Bandar Politik) dan Oligarki Sosial (Bandit Politik).
Menu tersebut begitu padat di media sosial, muncul karena kejengkelan, kemarahan dan ikon itu harus di lawan dan dihabisi, dengan nada marah. Oligarki dengan tenang dan kalem terus menerjang, mencengkeram, menggenggam.
Oligarki tidak peduli dengan kemarahan mereka tetapi pasti terus mempelajari perkembangan terkini, untuk ambil tindakan taktis riil sesuai keadaan yang ada. Cara mereka tidak mungkin muncul dipermukaan dengan zoom meeting ini itu secara terbuka.
Kalau ada kalimat teori atau mungkin bisa di maknai strategi oligarki, hampir tidak ada yang faham, tahu secara detil atau mampu merumuskan dengan detil dan tepat teori dan strategi mereka, dari fakta oligarki mampu mengendalikan hampir semua pengambil kebijakan negara, semua tunduk dan lumpuh dalam genggamannya.
Hampir semua tenggelam terbawa arus membahas dampak yang muncul macam macam fariannya. Tidak pernah terdengar kapan Oligarki mengadakan seminar, kajian, atau rapat rapat online yang bisa diketahui.
Prinsip apa sebenarnya yang oligarki miliki. Mungkinkah meraka menggunakan ajaran Mao Tsetung, “Saya tidak pernah membaca tulisan tentang strategi .. ketika kita bertempur, kita tidak membawa serta buku apapun”.
Atau mungkin menggunakan ajaran Napoleon Bonaparte, “siapapun sanggup merencanakan operasi militer, namun tidak banyak yang sanggup berperang, hanya genius militer sejati yang sanggup menangani perkembangan dan keadaan.
Ahli strategi unggulan adalah memandang segalanya apa adanya, mereka sangat peka terhadap bahaya dan kesempatan (mungkin kondisi itu sangat di pahami oleh Oligarki dengan senyap, tenang)
Teori atau strategi bukanlah sederet pertanyaan dalam menerapkan sebuah resep. Kemenangan tidak tidak memiliki rumus ajaib. Gagasan hanyalah semacam kekuatan tersembunyi, terletak di otak. *Prinsip oligarki adalah tindakan adalah eksekusi untuk kemenangan*.
Mereka bergerak dan menerkam sangat senyap tetapi dampak kerusakan yang diakibatkan sangat besar. Mereka bergerak dan bertindak dengan cepat dan sadis menyesuaikan dan beradaptasi dengan keadaan.
Fakta yang kita rasakan dari eksekusi Oligarki : bisa membeli suara Pilpres, Pilkada dan membeli UU apapun yang mereka inginkan untuk menguasai Indonesia.
Sementara kita lemah dalam tindakan tetapi sibuk luar biasa membahas macam macam teori, sekalipun demo demo sporadis tetap muncul tetapi sangat mudah dipatahkan oleh mereka. Teori itu penting, tetapi saatnya bertindak terlalu banyak buku, teori dan pemikiran hanyalah memperparah masalahnya. Banyak teori yang tidak ada hubungannya dengan kondisi kita yang sekarang.
Pengetahuan, pengalaman, dan teori mempunyai keterbatasannya sendiri. “Pikiran kita harus sanggup mengikuti perubahan dan beradaptasi terhadap keadaan yang tak terduga dan berubah-ubah. Kemampuan tersebut akan semakin realistis”.
Strategi mempunyai hukum yang sulit di jelaskan atau aturan aturan abadi adalah sama dengan mengambil posisi statis, yang akan menjatuhkan diri kita. Kalau kita terus sibuk membahas teori – tanpa eksekusi tindakan dan gerakan dan tidak bergerak akan mati. Yang cepat dan memiliki mobilitas bergerak akan hidup.
Seorang pejuang akan gagal kalau melaksanakan segalanya sesuai aturan ( zoom sana sini ) hanya sebatas beradu kata kata dan teori-teori … pejuang yang hanya sibuk membahas teori dan aturan pasti akan gagal ( bukan berarti merendahkan nilai nilai aturan ), “Ulyses S. Grand”.
Oligarki cukup menekan dan perintah dengan senyap *Mei harus sudah clear rencana perpanjangan masa jabatan Presiden atau Amandemen UUD untuk masa jabatan 3 periode. Semua pejabat negara sibuk merekayasa kalau perlu harus dipaksa. Oligarki paham berdasarkan Tes The Water berdasar pengalaman situasi dan kondisi selama ini, kalaulah rakyat marah hanya sekejap setelah itu menyerah dan melupakan.
Pilihan saat ini untuk menyelamatkan Indonesia adalah People Power atau Revolusi, bisa saja itu hanya pilihan karena hanya berkata kata dengan seribu teori yang tidak membumi bahkan hanya menjadi uap dan menguap ke udara.