Lieus Sungkharisma Bentuk P3RI: Siapapun Warga Negara Indonesia, Berhak Menjadi Presiden

Seakan tak ada lelahnya, aktivis Tionghoa Lieus Sungkharisma terus menggemakan pentingnya aspirasi dan hak warga negara dalam penentuan calon Presiden diakomodir oleh negara.

Setelah belum lama ini mengajukan judicial review menggugat Presidential Thresold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK), kini koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) ini kembali bikin gebrakan. Dia membentuk P3RI atau Panitia Penjaringan Presiden Republik Indonesia.

“Ini gerakan yang sudah lama saya lakukan. Sejak tahun 2008 saya sudah menyuarakan perlunya rakyat dilibatkan dalam penentuan calon Presiden di Republik ini,” katanya.

Pada Pemilu 2008, Lieus bahkan membuat gerakan penjaringan calon presiden dengan membentuk Dewan Integrasi Bangsa (DIB) yang melibatkan sejumlah tokoh Organisasi Kepemudaan dan juga tokoh nasional.

“Semua itu didorong oleh fakta bahwa gerakan reformasi yang diharapkan membawa angin perobahan bagi Republik Indonesia untuk menjadi negara yang lebih baik, lebih makmur, lebih sejahtera, ternyata “gagal” diwujudkan meski waktu itu reformasi sudah berjalan hampir 20 tahun,” katanya.

Kunci dari kegagalan itu, tambah Lieus, adalah karena bangsa ini gagal memilih presiden yang benar-benar bisa menjalankan amanat reformasi. “Reformasi hanya melahirkan banyak partai, tapi gagal memilih presiden yang benar-benar berjuang untuk mensejahterakan rakyat Indonesia,” tegasnya.

Karena itulah Lieus terus menyuarakan pentingnya rakyat dilibatkan dalam proses penentuan dan penetapan calon presiden. “Saat ini nasib bangsa sepenuhnya diserahkan pada hegemoni partai politik yang begitu kuat. Seolah rakyat tak punya hak. Sejak reformasi, semua urusan bangsa ditentukan oleh partai politik,” katanya.

Namun pada Pemilu tahun 2014 dan 2019, Lieus melalui DIB serta Jaring Aspirasi Rakyat gagal mendorong partai-partai untuk melakukan konvensi pemilihan calon presiden berdasarkan penjaringan aspirasi rakyat. Sejumlah partai politik dengan perolehan suara yang cukup significan pada pemilu, memang mencoba melakukan konvensi.

“Tapi itu dilakukan setengah hati. Apalagi pada kenyataannya wakil-wakil partai-partai politik itu di DPR menyetujui presidential thresold 20 persen,” tegas Lieus.

Kini, meski proses gugatannya di MK masih berjalan, Lieus tetap optimis hakim MK akan mengabulkan gugatannya agar Presidential Threshold menjadi nol persen. “Dengan begitu setiap orang berhak jadi presiden di negeri ini,” katanya.

Untuk itulah Lieus kemudian membentuk P3RI. Tujuannya, kata Lieus, tak lain untuk mengajak semua warga negara peduli dan ikut memikirkan soal kepemimpinan nasional di negeri ini.

“P3RI ini bukan untuk gagah-gagahan. Ini untuk menyuarakan amanat UUD 1945 bahwa semua warga negara berhak untuk menjadi presiden di negeri ini. Dengan sejumlah persyaratan, tentu saja. Tapi bukan dengan membatasi hak itu melalui ketentuan presidential thresold 20 persen sebagaimana yang selama ini diberlakukan,” ujarnya.

Karena itu, tambah Lieus, P3RI akan melakukan serangkaian gerakan penyadaran politik dan sekaligus penjaringan terhadap putra-putra terbaik bangsa untuk jadi presiden.
P3RI akan memberi ruang kepada semua warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk mencalonkan diri sebagai Presiden Indonesia, maju dan berkompetisi secara sehat. Jadi partai-partai politik tidak bisa lagi praktik dagang sapi dan rakyat tidak terus menerus dijebak seperti membeli kucing dalam karung,” tegasnya. (*)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News