Bubarkan DPR MPR Dan Kembali Ke UUD 45 Asli

Oleh: Sutoyo Abadi (Sekjen KAMI Lintas Provinsi)

Anggota DPR dipilih oleh rakyat, sudah seharusnya terikat oleh kontrak sosial dengan rakyat, bukan terikat kontrak sosial dengan petinggi partai politik apalagi dengan oligarki.

Tidak berfungsinya anggota DPR ternyata karena ada perangkap
Pergantian Antar Waktu ( P.A.W ) oleh kekuatan partai, sehingga semua anggota DPR lumpuh dan menyerah kepada partai yang otoritas ada pada partai atau Ketua Umum partainya.

Kondisi seperti membawa dampak buruk anggota DPR hanya menjadi jongos-jongos petinggi partai politik dan menjadi alat Oligarki. Wajar anggota DPR hanya sebagai stempel eksekutif dan harus tunduk pada apapun kemauan Presiden. Munculnya UU super kilat adalah sebuah konsekuensi.

Hak Pergantian Antar Waktu (P.A.W. ) dikudeta sendiri oleh partai politik di DPR lewat UU MD3 dan memberikan hak P.A.W. kepada petinggi partai politik ( Ketua Partainya masing masing )

Kini anggota DPR hanya menjadi alat oligarki dan kacung-kacung partai politik di DPR. Kekacauan ini adalah tidak hanya menimpa anggota DPR, rakyat kena imbas dan getahnya ketika partai politik tiba tiba mengambil kuasa rakyat dengan munculnya *presidential threshold 20 %.

Apabila perjuangan Judicial Review ( J.R. ) – ke MK untuk Presidential Threshold 0 % tetap gagal untuk Pilpres 2024. Memberi sinyal kalkulasi politik yang selama ini sudah dalam genggaman dan cengkeraman oligarki maka sesungguhnya Pilpres 2024 saat ini sudah selesai, apalagi koalisi besar partai gemuk dengan eksekutif tetap pada formasinya.

Bahwa siapa capres yang yang bisa maju dan siapa yang akan terpilih pada Pilpres 2024 sudah bisa ditentukan. Terus buat apa rakyat ikut Pemilu Pilpres, Pilkada dan Pileg. Demokrasi menghilang menjadi Partai-Krasi

Dalam frame peta politik lain, untuk menggoyang koalisi gemuk akan terjadi politik transaksional, partai akan buka lapak jualan partai bagi kandidat yang ingin maju pada Pilpres 2024. Konon sudah ada partai kecil ( klas ekonomi ) sudah menawarkan harga 1 ( satu ) triliun belum termasuk tambahan harga untuk biaya operasional. Harga Partai Politik klas Menengah dan Vip dipastikan akan lebih mahal harganya.

Apakah bagi kandidat yang bisa membeli tiket partai maju di Pilpres 2024 sudah bisa berkompetisi dengan aman. Tentu tidak karena kuasa oligarki masih mendominasi kekuatan finansial yang sangat besar siap membeli berapapun harga yang harus dibeli untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaannya.

Kondisi seperti ini konon biaya setiap kandidat harus memiliki dana minimal 9 triliun, akan mencari dana kemana selain terpaksa atau dipaksa harus tunduk dengan oligarki.

Keinginan rakyat untuk meminta kembali otoritas hakekat sebagai pemilik kekuasaan dibutuhkan reformasi besar bukan hanya presidential threshold menjadi 0%, dengan harapan DPR bisa memperbaiki UU Pemilu, UU Parpol, UU KPU dan UU MD3 agar lebih demokratis di saat rezim saat ini mustahil terjadi

Upaya membatasi kekuasaan partai politik dan menghormati serta  menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, saat ini sudah di tutup oleh kuasa /. kekuasaan oligarki.

Masalah terbesar di Indonesia saat ini adalah  banyaknya UU yg isinya mengkudeta apa yg dijamin dan diberikan dalam UUD 1945, termasuk mengkudeta kedaulatan tertinggi rakyat.

Tersisa pilihan : rakyat menyerah dengan keadaan tanpa memiliki kekuasaan dan semua hanya sampai di bilik suara atau meminta kedaulatannya dikembalikan dengan cara paksa.

Kalau pilihan kedua yang akan diambil maka dibutuhkan kekuatan People Power / Revolusi untuk membubarkan DPR/MPR dan kembali ke UUD 45 asli.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News