Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H (Advokat, Ketua Umum KPAU)
Selain nama Hasyim Joyohadikusumo (Adik Menhan Prabowo Subianto), Sukanto Tanoto (Bos Raja Garuda Mas Group), Reza Herwindo (Anak Setya Novanto, Eks Ketum Golkar), ternyata ada juga nama Menko Marives Luhut Binsar Panjaitan. Nama Luhut turut disebut, karena memiliki sejumlah perusahaan di lokasi IKN baru.
Menurut Buku berjudul ‘IBUKOTA BARU BUAT SIAPA’ yang diterbitkan WALHI dkk, nama Luhut tercatat memiliki perusahaan batubara PT Toba Group dan seluruh anak usahanya : PT Adimintra Baratama Nusantara, PT Trisensa Mineral Utama, PT Kutai Energi, PT Indo Mining dan kebun sawit PT Perkebunan Sawit Kaltim 1.
Perusahaan-perusahaan Luhut ini meninggalkan 50 lobang bekas tambang menganga, yang berpotensi akan mendapatkan pemutihan dosa. (terhindar dari kewajiban reklamasi lubang tambang). Tentu saja, hal ini sangat menguntungkan Luhut.
Dalam ketentuan Pasal 99 UU Minerba diatur bahwa setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. Pelaksanaan kewajiban ini dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pasca tambang.
Reklamasi merupakan upaya yang dilakukan guna memulihkan kembali (memperbaiki) struktur lahan yang rusak karena kegiatan tambang agar bisa berfungsi dengan optimal dan sesuai kemampuannya (metode reklamasi tambang).
Adapun Restorasi merupakan usaha untuk membuat fungsi lahan kembali setelah aktivitas tambang menjadi seperti sedia kala. Dan Rehabilitasi adalah upaya untuk memulihkan, memperbaiki, sera meningkatkan (kondisi) lahan yang sudah rusak agar dapat difungsikan kembali sebagai media untuk mengatur tata air, unsur produksi, serta unsur yang melindungi alam lingkungan.
Lokasi bekas tembang batubara yang rusak mewajibkan penambang melakukan program reklamasi. Biaya reklamasi tentunya tidak sedikit. Lahan yang difungsikan menjadi IKN, tentu saja menguntungkan karena tidak perlu lagi melakukan reklamasi.
Belum lagi, kelak akan banyak kebutuhan perusahaan pengadaan barang dan jasa, perlengkapan saran dan prasarana hingga utilitas kota yang wajib terkoordinasi melalui kemenko Marives. Bukankah ini juga berpotensi menguntungkan Luhut ? Bukan mustahil Luhut mendirikan perusahaan baru untuk menangkap peluang proyek IKN sebagaimana dirinya terlibat mendirikan bisnis PCR ?
Rasanya, semua data perusahaan yang terkoneksi dengan Luhut, juga jejaknya yang bermain di bisnis PCR, mustahil untuk tidak dijadikan dasar meraup bisnis untung beliung melalui proyek IKN. Kewenangan Menko Marives sangat signifikan dalam proyek ini.
Sementara rakyat ? mau makan saja sulit. Dapat alokasi PEN saja, duitnya oleh Jeng Sri Mulyani akan dialihkan untuk pembiayaan IKN. Ini kan korupsi ? penyalahgunaan wewenang atau setidaknya merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara ?
Semoga, segenap rakyat sadar dengan keadaan ini. Sadar, bahwa proyek IKN adalah proyek untuk kepentingan oligarki, bukan untuk rakyat. [].