Pengamat: Dugaan Korupsi Proyek Satelit Kemhan Bisa Menyeret Sri Mulyani dan Jokowi

Dugaan korupsi proyek satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) bisa menyeret Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Joko Widodo (Jokowi)

“Waktu proyek satelit Kemhan Ryamizard menjadi Menhan. Saat itu Kemhan mengajukan permohonan untuk mengisi slot orbit 123 lewat proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) namun Kemhan mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 kepada Kominfo pada 25 Juni 2018. Kemhan ternyata menunggak uang sewa satelit sebesar 16,7 juta dolar AS atau setahun setelah penyewaan satelit.Ini yang menjadi persoalan kerugian negara karena adanya gagal bayar,” kata pengamat politik Nazar El Mahfudzi kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (18/1/2022).

Menurut Nazar, kerugian negara akibat gagal bayar dapat diduga ada penyelewengan anggaran yang berimplikasi korupsi proyek satelit. Proyek satelit di Kemhan sudah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Kejagung harus berani mengungkap anggaran dana di Menteri Keuangan yang telah disetujui oleh Presiden,” jelas Nazar.

Jokowi bertanggungjawab dalam proyek ini, kata Nazar, ada pernyataan mantan Menhan Ryamizard Ryacudu bahwa orang nomor satu di Indonesia memerintahkan untuk menyelamatkan slot satelit 123. “Dari keterangan Ryamizard ini penyidik Kejagung bisa mengembangkan penelusuran dan tak terkecuali meminta keterangan Presiden Jokowi,” ungkapnya.

Kata Nazar, Komisi III sebagai mitra dari Kejagung harus melakukan pengawasan kinerja Kejagung dalam membongkar proyek Kemhan yang merugikan negara hampir setengah triliunan rupiah ini.

“Rakyat mendukung penuh Kejagung membongkar kasus ini. Semua warga di depan hukum sama termasuk pejabat Kemhan,” ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hukum di balik proyek satelit yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Buntut urusan itu membuat negara rugi.

“Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada,” ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (13/1)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News