Penegakan Hukum Terhadap Ferdinand Hutahaean tak Ada Hubungan dengan Status Mualaf

by M Rizal Fadillah

Menag Yaqut meminta masyarakat tidak buru buru menghakimi Ferdinand Hutahaean karena kasusnya sudah masuk dalam proses hukum. Lagi pula yang bersangkutan mualaf. Ternyata banyak pihak yang mengaitkan status mualaf Hutahaean sebagai pembenar cuitannya soal “Allahmu lemah”.

Benar atau tidaknya Ferdinand itu mualaf tidak relevan sebagai argumen untuk memaklumi atau membenarkan cuitan penistaan. Andai Ferdinand muslim pun menyebut Allahmu lemah dan Allahku kuat di area publik adalah salah. Ferdinand tidak menulis dalam buku diary catatan pribadinya sendiri. Allahmu lemah dimaknai bahwa Allah “milik” orang lain itu lemah.

Selama Pengadilan belum memutuskan sebaliknya, maka proses hukum pembuktian tetap berjalan. Ada pemahaman dan perasaan umum khususnya umat Islam bahwa Ferdinand Hutahaean menista agama Islam. Allah yang dimuliakan oleh umat telah direndahkan. Penyidik tidak boleh surut.

Umat bukan terburu-buru menghakimi sebagaimana dinyatakan Menag Yaqut, akan tetapi umat merasa tersakiti atas penistaan Allah itu. Perasaan kegamaan yang terusik. Umat telah melapor kepada pihak Kepolisian untuk diproses. Kini sudah sampai tahap penyidikan dan konon Senin Ferdinand akan diperiksa. Status Tersangka semakin terbuka baginya. Senin adalah hari penting bagi Ferdinand maupun umat Islam. Hari kelabu atau hari haru biru.

Mualaf dicoba untuk dijadikan tameng walaupun status itu baru muncul sekarang. Ferdinand, pembelanya atau siapapun tidak pernah mengumumkan status itu sebelumnya. Meskipun demikian soal penistaan tidak berhubungan dengan berpindah agama atau tetap dalam memeluk agama Kristen Protestan. Siapapun dan dalam status beragama apapun tetap saja Allah tidak boleh direndahkan atau dinistakan.

Uniknya Ferdinand pernah bercuit bahwa agama tidak menjamin manusia masuk surga. Konyol sekali. Bila saja benar, dan itu diragukan, bahwa ia telah beberapa tahun menjadi muslim maka cara bersikap terhadap umat Islam dan dialog imajiner terbukanya yang menilai Allah lemah telah membuktikan bahwa Ferdinand “jahil agama” dan dapat dikategorikan “yukhodiuunallah” menipu Allah atau “mudzabdzabiina baina dzalik” plintat plintut.

Ciri demikian dalam Al Qur’an disebut munafik. Jadi dengan mencoba memasuki ruang mualaf maka hanya membuat pertanyaan dan pilihan saja. Apakah dirinya kafir atau munafik. Sulit untuk menilai bahwa dengan sikap keagamaan seperti itu dapat
dikategorikan beriman atau mu’min.

Terlepas apakah kafir atau munafik, yang jelas penistaan agama adalah perbuatan kriminal yang dilarang hukum. Untuk pilihan ini hanya satu untuk Ferdinand yaitu Tersangka menuju Terhukum. Tangkap dan penjarakan. Apakah tetap Kristen ataupun Mualaf !

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 9 Januari 2022

Simak berita dan artikel lainnya di Google News