Terorisme Karangan Kekuatan Politik Tertentu Atas Nama Negara?

Uncategorized

Oleh: Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial)

Ramadhan tahun ini, Sekretaris Umum FPI Munarman ditangkap oleh Densus 88 Antiteror. Penangkapan dilakukan di rumah Munarman di Pamulang Tangerang Selatan.

Munarman dituduh terlibat terorisme. Kabarnya, bukan itu alasan yang sebenarnya. Menurut desas-desus yang beredar, Munarman ditangkap karena mengetahui siapa dalang pengintaian IB HRS dan pembunuhan terhadap enam Laskar FPI yang mengawal IB HRS dan keluarga. Kala itu, sedang disusun Buku Putih tentang tragedi Pembantaian 6 Laskar FPI di KM 50.

Beberapa hari lalu, 3 (tiga) Ustadz ditangkap Densus 88 Antiteror, yaitu Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ahmad Zain an-Najah dan Anung al-Hamad.

Yang perlu dicermati adalah 2 diantaranya anggota Komisi Fatwa MUI. Ahmad Zain an-Najah anggota Komisi Fatwa MUI Pusat. Sedangkan, Farid Ahmad Okbah anggota Komisi Fatwa MUI Kota Bekasi.

Dipilihnya MUI karena bisa ‘ngebom’ dua sisi yang bisa menjadi bola liar. Ada dua target yang hendak dicapai. Satu sisi untuk pengalihan isu korupsi PCR dan intrik seputar istana. Sisi lainnya, test the water pembubaran MUI. Ada tokoh tertentu yang dendam dengan fatwa MUI tahun 2016.

Polanya mirip dengan penangkapan Munarman. Penangkapan Munarman, Farid Ahmad Okbah, Ahmad Zain an-Najah dan Anung al-Hamad tidak disertai dengan surat penangkapan. Pasca penangkapan tidak bisa dikonfirmasi keberadaannya.

Melihat penangkapan Munarman, Farid Ahmad Okbah dkk memiliki cara, pola dan momen yang sama.

Munarman ditangkap ketika kasus pembantaian dan pembunuhan enam Laskar FPI mengarah pada dugaan keterlibatan petinggi kepolisian, militer dan intelijen.

Sementara penangkapan Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ahmad Zain an-Najah dan Anung al-Hamad terjadi saat ‘kisruh’ pengangkatan Panglima TNI dan KSAD yang kabarnya terjadi intrik di seputar istana. Ada yang menyebutnya perseteruan antara ‘Faksi Menteng’ dengan ‘Faksi Samosir’.

Selain itu yang paling hots. Mencuatnya kasus korupsi PCR yang diduga melibatkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Perkembangan terkini mengenai bisnis PCR seperti dilansir Pikiran-Rakyat.com (19/11) dari Antara, menanggapi tuduhan tersebut, Erick Thohir menyebut nama Jokowi yang menjadi salah satu pembuat kebijakan untuk menetapkan syarat pengguna transportasi umum.

Dugaan pengalihan isu PCR dan intrik seputar istana menggunakan isu terorisme yang paling mudah dilakukan dengan asumsi reaksi ummat Islam cuma sesaat dan tidak satu suara dalam bersikap soal terorisme. Sesama Islam saling curiga dan takut berbeda pendapat dengan kekuasaan.

Selain itu, mereka kekuatan politik tertentu, satu frekuensi dalam menghadapi Islam. ‘Pecah kongsi’ dalam perebutan kekuasaan. Satu sikap dalam menghadapi Islam.

‘Dimainkannya’ Ustadz Farid Ahmad Okbah dan Ustadz Ahmad Zain an-Najah untuk memperkuat alibi isu terorisme dan pembubaran MUI. Padahal, Ustadz Farid Ahmad Okbah dikenal sebagai da’i anti terorisme dan anti Syi’ah.

Terbukti MUI cuci tangan dan berlepas diri untuk mencari selamat. Takut ‘dihabisi’ seperti HTI dan FPI. Alih-alih membela dua anggotanya yang diduga difitnah oleh isu terorisme. Malah keduanya dinonaktifkan dari Kepengurusan MUI.

Dugaan Islam menjadi target operasi dengan menggunakan isu terorisme selama ini berhasil diterapkan. Ulama, ustadz dan aktivis dakwah diperlakukan berbeda dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua yang nyata-nyata melakukan tindak pidana terorisme. Anehnya, Densus 88 Antiteror tidak bereaksi sama sekali terhadap KKB Papua. Ada apa?

Inilah yang memantik kecurigaan ummat Islam. Terorisme karangan kekuatan politik tertentu untuk ‘menghabisi’ Islam atas nama institusi negara.

Bandung, 16 Rabiul Akhir 1443/21 November 2021