Sebelum Pembantaian 6 Pengawal HRS, Mujahid 212 Dapat Informasi Anggota BIN Diinterogasi Laskar FPI

Uncategorized

Sebelum peristiwa berdarah pembantaian enam pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) ada tiga anggota Badan Intelijen Negara (BIN) berhasil diinterogasi laskar FPI di Markaz Syariah, Megamendung, Kabupaten Bogor.

“Ketika berziarah di makam syuhada pengawal HRS di Markaz Syariah, saya dapat informasi sebelum kejadian KM 50 ada anggota BIN yang diinterogasi Laskar FPI,” kata aktivis Mujahid 212 Damai Hari Lubis kepada www.suaranasional.com, Ahad (7/11/2021).

Kata Damai, laskar FPI mendapati drone mengitari Markaz Syariah dan ditelusuri pengendalinya. “Informasi yang saya dapatkan, pengendali drone itu berhasil diinterogasi secara wajar termasuk adanya kartu anggota BIN sebagaimana tersebar luas di media sosial dan hasil investigasi majalah Tempo,” ungkapnya.

Damai juga heran adanya drone yang mengawasi Markaz Syariah padahal hanya pesantren untuk menuntut ilmu agama dan tidak ada kaitannya dengan kegiatan politik maupun melanggar hukum.

Ia juga belum bisa mengaitkan peristiwa berdarah KM 50 dengan ditangkapnya anggota BIN di Markaz Syariah Megamendung, Kabupaten Bogor.

“Saya tidak dapat mengiyakan atau belum mengetahui serta belum memiliki bukti kuat tertangkapnya anggota BIN ke arah pembunuhan KM 50,” jelasnya.

Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto membantah ada anggota BIN ditangkap anggota FPI di Megamendung.

“Belakangan ini beredar berita tiga anggota BIN tertangkap FPI. Itu semua adalah hoax,” kata Wawan, kepada wartawan, Minggu (20/12/2020).

Wawan memastikan tidak ada nama anggota BIN yang tertangkap oleh FPI. Menurutnya, mereka semua yang disebutkan oleh FPI bukan anggota BIN.

“Sebagaimana dilansir tertangkap oleh FPI, mereka semua yang disebutkan oleh FPI jelas-jelas bukan anggota BIN, alias anggota BIN gadungan,” ujar Wawan.

Kemudian Wawan juga menyebut bahwa tidak ada operasi BIN bernama ‘Operasi Delima’. Wawan memastikan bahwa kartu anggota yang dipakai untuk mengaku anggota BIN itu palsu.

“Bukan seperti yang dimiliki BIN asli. Banyak orang mengaku anggota BIN di berbagai wilayah di Indonesia. Banyak juga yang dijatuhi hukuman di pengadilan,” katanya.

“Apalagi membawa kartu identitas, hal ini tidak mungkin dilakukan dalam operasi intelijen. Apalagi disebut ada Deputi 22, tidak ada Deputi 22 itu di BIN,” jelas Wawan.