Pernyataan Gubernur Lemhanas Agus Widjojo, yang menyebut tentara tidak menyatu lagi dengan rakyat, telah membuat guncangan instabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pernyataan Agus itu berbahaya, apalagi bangsa Indonesia sedang menghadapi pandemi dan juga isu-isu sensitif terkait posisi TNI.
Kritik keras itu dilontarkan mantan Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI (purn) Tri Tamtomo kepada itoday (12/10/2021), menanggapi pernyataan Agus Widjojo di talkshow “Mata Najwa”. “Pernyataan Gubernur Lemhanas itu berbahaya bagi stabilitas bangsa. Bagaimana mungkin ketahanan nasional kita akan mantap jika salah satu dari pembantu presiden menyampaikan hal yang kurang pas dan menjadi kontroversi”, tegas Tri Tamtomo.
Dalam wawancara khusus terkait mutasi Irdam Merdeka Brigjen TNI Junior Tumilaar itu, Agus Widjojo menegaskan bahwa narasi-narasi yang mengatakan bahwa TNI bersama rakyat adalah keliru.
Menurut Tri Tamtomo, pernyataan Agus itu suka tidak suka akan memunculkan friksi di lapangan. Pernyataan Agus itu membuka kesempatan dan memberi peluang kepada anasir yang tidak bertanggungjawab untuk memanfaatkan situasi dan kondisi.
“Hal ini menjadi serius, karena membuat friksi di lapangan. Sebagai mantan prajurit, saya sakit hati dengan pernyataan Agus Widjojo seperti itu. Jangan memberi peluang kepada anasir yang tidak bertanggungjawab untuk memanfaatkan situasi dan kondisi. Kasihan presiden dan negara ini,” kata Tri Tamtomo.
Tak hanya itu, Tri Tamtomo meminta Presiden Joko Widodo untuk menegur Agus Widjojo sebagai pembantu presiden karena telah membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. “Kami sebagai mantan prajurit, mohon kepada Presiden selaku pembina tertinggi kepegawaian RI membaca situasi ini sebagai situasi yang tidak menguntungkan. Tolong pembantu-pembantu yang seperti ini, kalo bisa ditegur karena membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa,” tegas Tri Tamtomo.
Anggota Komisi I DPR RI (2009 – 2014) ini menilai, pernyataan Agus Widjojo di Mata Najwa mengundang hal yang luar biasa bagi rakyat, prajurit maupun mantan prajurit. Pada wawancara dengan Najwa Shihab itu, Agus berstatus sebagai Gubernur Lemhanas. Artinya, Agus seharusnya membaca lagi aturan UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Agus
diangkat berdasarkan perjanjian kerja oleh user yang menggunakannya.
“Kalau Agus memposisikan dirinya selaku Gubernur Lemhanas, dia diikat oleh UU ASN itu. Intinya, apapun yang dibicarakan, harus sesuai dengan UU ASN. Disebutkan, sebagai ASN Agus berperan sebagai perekat pemersatu bangsa. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” beber Tri Tamtomo.
Tri Tamtomo juga mengingatkan, di dalam tugasnya sebagai ASN, Agus dituntut memiliki integritas selaku pejabat tinggi. Hanya saja, Tri Tamtomo menilai, Agus sebagai Gubernur Lemhanas belum terlihat menjalankan visi dan misi Lemhanas. “Di dalam visi dan misi Lemhanas ada lima point penting, di antaranya, menyiapkan kepemimpinan nasional, kerjasama dalam dan luar negeri, pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang saat ini sedang rapuh. Saya belum lihat hal ini. Agus belum lakukan. Di Mata Najwa, Agus pakai jabatan Gubernur Lemhanas, tetapi yang dibicarakan keluar dari konteks yang menjadi visi dan misi Lemhanas,” jelas mantan Widyaiswara Utama Bidang Kewarganegaraan Lemhanas ini.
Dalam catatan Tri Tamtomo, Agus tidak konsisten dengan ucapannya saat menjabat Kaster di Mabes TNI. “Jangan pernah lupa bahwa Agus Widjojo, waktu menjabat Kaster di Mabes TNI, dia juga mendengungkan, bahwa tentara lahir di kancah perjuangan bersama rakyat. Kita harus manunggal dengan rakyat, dengan mitra, termasuk kepolisian, dalam rangka mengawal dan mengamankan, mempertahankan dan menyelamatkan bangsa ini. Tetapi apa yang diucapkan Agus belakangan ini membuat kita miris. Jangan pernah lupa juga, Agus yang hari ini duduk selaku Gubernur Lemhanas adalah sebagai guru. Apapun yang dikatakan, itu akan digugu dan ditiru oleh masyarakat, oleh anak didik. Tetapi apa yang kita lihat hari ini, Agus Widjojo justru memantik perpecahan” beber Tri Tamtomo.
Secara khusus, Tri Tamtomo mengingatkan Agus agar membaca kembali dengan teliti amanat Panglima Besar Jenderal Sudirman pada 4 Oktober 1949. Jenderal Sudirman dalam perintah harian menginstruksikan kepada Angkatan Perang RI, dan kepada seluruh rakyat indonesia, agar APRI adalah Tentara Nasional, Tentara Rakyat, Tentara Revolusi.
“Tolong Pak Agus. Anda sudah mengkhianati amanat Panglima Besar Jenderal Sudirman. Kita tidak bisa terima itu. Ingat Pak Agum Gumelar dengan kejadian tempo hari, bahwa di dalam diri prajurit, dia akan berhenti berjuang, kalau dia telah mati. Dia meninggal dunia atau gugur. Selesai persoalan. Tetapi selama masih ada nafas, dia wajib mengabdikan kepada negara dan bangsa. Kita ini komponen cadangan yang siap sewaktu-waktu bersama rakyat membela, mengawal, menjaga, mempertahankan keutuhan dalam bingkai NKRI,” kata Tri Tamtomo.
Lebih lanjut, Tri Tamtomo juga meminta Agus Widjojo untuk mencermati UU 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN). Negara Indonesia tidak bisa dipikul oleh satu instansi atau kelembagaan saja. Di samping itu, UUD 45 menyatakan, setiap warga negara punya kewajiban untuk bela negara.
“Kemanunggalan TNI-rakyat ini tidak bisa diabaikan. Bagaimana tentara mau dipisahkan dari rakyat. Cikal bakal perjuangannya dari rakyat, kok mau dipisahkan. Pak Agus ini gimana cara berfikirnya Pak? Bapak tidak bisa seperti itu, bapak sebagai Gubernur Lemhanas harus berbekal lima misi Lemhanas. Bapak mengundang orang, terus bapak keluar dari konteks. Dari Sapta Marga dan 8 Wajib TNI, ada beberapa butir yang Anda langgar? Amanat Jenderal Sudirman juga dilanggar. UU ASN Anda tubruk. Ini gimana?” tegas Tri Tamtomo.
Tri Tamtomo mengutip pernyataan Presiden RI pertama Soekarno saat berbicara dengan Pemimpin Vietnam. “Jangan dipisahkan antara TNI dan rakyat, ini bukan Amerika Serikat, ini Indonesia. Pendiri bangsa Soekarno, menegaskan, ciri negara adalah ciri khas yang harus digunakan dalam menghadapi perkembangan situasi di manapun. Geostrategi dapat dipakai sesuai dengan kondisi bangsa. Bukan kita jiplak! Terus pakai! Ini salah, salah besar,” ungkap Tri Tamtomo.
Pesan khusus pun disampaikan Tri Tamtomo. Bahwa globalisasi, perkembangan lingkungan strategik mengharuskan elemen bangsa bersatu dengan yang lain, bergandengan tangan merapatkan barisan, menatap ke depan
“Jangan sampai kita meneruskan jejak Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk menyelamatkan bangsa ini, tetapi justru kita menjadi sapu lidi yang mengelitik dari bawah, sehingga dimanfaatkan anasir yang tidak bertanggungjawab untuk menghancurkan bangsa ini. Pak Agus, Anda berhadapan dulu dengan saya Pak….,” pungkas Tri Tamtomo. (sumber itoday)