Jubir Yusril: Andi Arif Jangan Paranoid!

Tak Berkategori

Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat, Andi Arief yang menegaskan partainya tidak takut menghadapi pengacara Yusril Ihza Mahendra yang hendak menggugat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.

Melalui sebuah video yang diunggah akun Twitter miliknya @Andiarief, yang sudah dikutip beberapa media, dengan kalimat yang hiperbolik, Andi memaklumatkan jika Demokrat hanya takut pada Kepala Staf Presiden, Moeldoko, yang berpotensi menggunakan instrumen kekuasaan dalam sengketa ini.

“Jadi Yusril tak pantas jumawa. Sebab yang kami takutkan bukan mulutnya Yusril, tapi kamar gelap kekuasaan yang akan dimainkan Moeldoko untuk memainkan rencana busuknya,” kata Andi yang dikutip media, Senin (27/9).

“Apa ukuran jumawa Andi, bukankah Yusril sebagai pengacara hanya menjalankan tugasnya sebagai kuasa hukum, yang menempuh jalan legal dengan cara terhormat dan kontitusional melalui jalur Mahkamah Agung. Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh para advoka. Lalu di mana letak jumawa Yusril? Apakah Yusril sudah merasa menang, kan tidak? Andai pun kelak dimenangkan di meja hijau, apakah Yusril patut jumawa, kan tidak juga, ini cara-cara demokratis yang ditempuh, bukan cara-cara barbar. Apalagi Yusril tak melakukan akrobat kata seperti istilah-istilah tak sesuai porsinya seperti ‘begal’, ‘kudeta’ atau kata tak bermakna lainnya. Idiom politik yang jauh dari kultur diskursus cerdas,” tegas Juru Bicara Yusril, Jurhum Lantong.

“Sebagai politisi dan juga aktivis partai, Andi sejatinya mampu menempatkan kata yang punya makna, jangan asal hiperbolik, dan bombastis tapi miskin pemaknaan, sehingga diskursus demokrasi tak buang-buang energi,” tambah Jurhum.

Sementara soal ‘kamar gelap’ kekuasaan yang disebutnya akan dimainkan Moeldoko, yang dianggapnya akan memainkan ‘rencana busuk’, kata Jurhum tak jelas ukurannya.

Lepas dari konflik di internal mereka, antara kubu Moeldoko dan Agus Harimurti Yudhoyono, Jurhum melihat Andi seperti mengidap sindrom paranoi politik.

Kata Jurhum, Andi tampak dilanda panik, cemas dan khawatir berlebih ketika mendadak Yusril mengungkap permohonan judicial review sesuai mantan keempat kader PD, sehingga perasaannya dibayangi prasangka hingga ilusi tentang manuver yang akan dilakukan seseorang termasuk tuduhannya ke Yusril dan Moeldoko.

Karena bayangan itulah, Andi lupa merinci dan mengalalisis pokok persoalan yang tengah diajukan keempat kader PD melalui wasilah kantor kuasa hukum Yusril.

“Karena sikap paranoid pula Andi bermanuver dengan kata-kata hiperbolik. Saya menduga itu untuk menutupi ketidakmampuannya menjelaskan kepada publik ihwal Partai Demokrat yang selama ini masih punya kesan sebagai partai oligarkis, nepotis, dan patriarkis, praktik politik yang jauh dari kesan demokratis,” sindir Jurhum.

“Kalau Yusril dan Moeldoko tengah bersiasat mencari celah, toh ketika celah hukum yang digunakan sesuai prosedur dan konstitusional kenapa harus dianggap tengah bersiasat busuk? Bukankah kalau mau menggunakan kekuasaan sedari usai KLB sudah ada putusan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang memihak ke kubu Moeldoko, kan faktanya tidak, justru kubu AHY yang diakui Kemenhukham, lalu dimana letak busuk dan begalnya seperti lantang disuarakan Andi dan kawan kawan? Ya, Andi cuma bisa nuduh tapi faktanya tidak jelas, dan saya kira ini bener-bener sindrom paranoi politik,” tandas Jurhum

Menurut Jurhum, semua proses judicial review di MA sejatinya akan berlangsung transparan, yang diuji muatan bukti bukan kalimat-kalimat benci.

“Ubahlah gaya politik asal bunyi, kalau gak mau dibilang jurus mabuk, rakyat ini butuh pernyataan-pernyataan politik yang bergizi kok, bukan budaya akrobatik narasi bombastis,” saran Jurhum.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News