Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Indonesia 2015-2016 Rizal Ramli menilai tingginya kasus Covid-19 dan angka kematian di Indonesia akibat virus Corona di Indonesia, salah satunya karena pemerintah dinilai pelit sama rakyatnya.
Hal itu, kata Rizal Ramli, bisa dilihat dari keengganan pemerintah dalam menerapkan lockdown dan menjalankan UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta pemberian vaksin yang efektifitasnya sangat rendah.
“Rakyat kita mau nggak divaksin? Kebanyakan mau banget, cuman jangan divaksin yang efektivitasnya sangat rendah , yaitu Sinovac yang hanya 55 %. Artinya, dari 100 yang divaksin, 55 % benar-benar efektif, tapi sisanya 45 % bisa kena lagi,” kata Rizal Ramli dalam Gelora Talks dengan tema ‘Pandemi Berlanjut Akankah Memicu Krisis Sosial’ di Jakarta, Rabu (29/7/2021) petang.
Rizal Ramli meminta pemerintah tidak berjudi dengan nasib rakyat Indonesia dengan melanjutkan pemberian vaksin Sinovac. Pemerintah harus memberikan vaksin yang efektifitasnya diatas 97 persen seperti Pfizer, Moderna dan lain-lain.
“Ini rakyat kita divaksin yang efektifitasnya hanya setengahnya, itulah masalahnya kenapa banyak yang udah divaksin kena lagi. Jangan dong berjudi dengan nasib rakyat dengan vaksin Sinovac. Jangan pelit sama rakyat, dikasih vaksi kelas Sinovac, mestinya Pfizer, Moderna atau apalah yang efektiftasnya di atas 97,” katanya.
Menurut Rizal, dengan pemberian vaksin yang lebih mahal, dengan target herd community (kekebalan komunal), misalnya 180 juta rakyat dikalikan dua kali dosis suntikan menjadi 360 suntikan. Per harinya dilakukan 2 juta suntikan, maka dalam tempo enam bulan targetnya tercapai.
“Saya ingat ketika Presiden Joe Biden dilantik 15 Januari, pokoknya sebelum hari kemerdekaan Amerika tanggal 4 Juli, Covid-19 tak boleh lagi jadi masalah utama. Terbukti dalam waktu kurang dari 6 bulan, Covid-19 di Amerika relatif bisa dikendalikan,” ungkapnya.
Rizal Ramli menegaskan, dalam perang melawan Covid-19 ini diperlukan kepemimpinan yang tegas dan berpihak kepada rakyat. Bukan sebaliknya, berubah-ubah kebijakan, namun hasilnya nihil, di mana kasus penularan dan tingkat kematian Covid-19 masih tinggi.
“Kita tidak mau lockdown, tapi faktanya kita di lockuout semua negara seperti Amerika, Eropa, Saudi Arabia, Singapura dan Jepang. Daripada di lockout lebih baik, kita lockdown. Cuman sediakan Rp 415 triliun saja,” kata mantan Menko Perekonomian era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.
Anggaran sebesar Rp 415 triliun itu, diperlukan untuk lockdown selama tiga bulan. “Kita harus kasih makan 77 juta keluarga kurang mampu. Satu bulan Rp 105 Triliun, tiga bulan Rp 315 triliun, obat gratis Rp 100 triliun, paling hanya butuh Rp 415 triliun,” katanya.
Namun, menurut Rizal Ramli, pemerintah dinilai memilih menghindari tanggungjawab untuk melaksanakan lockdown seperti diamanatkan UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Sekarang ini anggaran Rp 1.035 triliun pada 2020 tidak ada efeknya. Kalau kasih makan rakyat, yang dikasih ecek-ecek, kasih bansos, itupun 1/3 -nya dikorupsi. Kita harus berpihak kepada rakyat,” ujarnya.