Pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN) bisa dimintai keterangan dan pertanggungjawaban atas peristiwa pembunuhan enam Laskar FPI karena diindikasikan peristiwa ini operasi intelijen.
“Indikasi adanya kegiatan intelijen, maka pimpinan BIN dapat diminta keterangan bahkan pertanggungjawaban mengenai operasi ini,” kata pengamat politik M Rizal Fadilah dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Kamis (8/7/2021).
Pimpinan BIN dimintai keterangan, kata Rizal untuk mendapatkan informasi kasus ini berdasarkan tugas lembaga resmi telik sandi negara atau inisiatif sendiri.
“Apakah benar anggota bekerja atas tugas resmi lembaga atau ada operasi lain diluar pertanggungjawaban resmi,” ungkap Rizal.
Adanya dugaan desain politik yang menandai pembunuhan enam pengawal HRS, maka Presiden Jokowi patut pula dimintakan keterangan baik melalui kesaksian di Pengadilan HAM maupun dalam proses penggunaan hak-hak politik yang dimiliki oleh anggota maupun lembaga perwakilan rakyat.
“Kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat dengan melakukan pembunuhan dan penyiksaan kepada enam pengawal HRS adalah kasus serius yang harus dituntaskan. Siapapun yang terlibat baik pelaku maupun aktor intelektual di belakangnya tidak boleh lolos dan berlepas tangan tanpa pertanggungjawaban,” ungkap Rizal.
Kata Rizal, adanya buku putih kasus pembunuhan enam Laskar FPI maka Komnas HAM harus melanjutkan pekerjaan untuk melakukan penyelidikan pro-justisia dan menyerahkan kesimpulan hasil penyelidikannya langsung kepada penyidik Kejaksaan Agung untuk proses penyidikan dan penuntutan lebih lanjut di Pengadilan HAM.
“Sebagai kasus kejahatan kemanusiaan maka dugaan keterlibatan atasan atas pekerjaan bawahan memiliki probabilitas tinggi. Adalah adil dan wajar jika Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran dan mantan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurahman segera di nonaktifkan terlebih dahulu,” pungkasnya.