Dugaan korupsi pembelian lahan rumah DP 0 rupiah Pondok Ranggon Munjul yang melibatkan oknum DPRD DKI Jakarta dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya sudah didesain untuk meraih keuntungan dengan menabrak aturan yang ada.
“Proses transaksi jual beli ini lahan rumah DP 0 rupiah dilakukan secara ilegal, sebab Sarana Jaya tidak bertransaksi dengan pemilik lahan yang sah, sebagaimana pernyataan kuasa hukum dari pihak Yayasan CB bahwa mereka tidak pernah merasa menjual lahan di Pondok Ranggon kepada Sarana Jaya, yang ada adalah pernah terjadi kesepakatan jual beli dengan PT Adonara,” kata Direktur Eksekutif Voxpoll Network (VPN) Indonesia Adhy Fadhly kepada www,suaranasional.com, Ahad (142/3/2021).
14 Agustus 2020 kesepakan jual beli Yayasan CB dengan PT Adonara dibatalkan. Jadi Sarana Jaya membeli lahan PT Adonara diklaim bekas Yayasan CB merupakan transaksi bodong dan biasanya terjadi di pasar gelap.
Perumda Sarana Jaya yang membeli lahan di Pondok Ranggon Munjul, kata Adhy mirip dengan kasus penjualan tanah dan gedung Rumah Sakit Sumber Waras era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). “Pemprov DKI membeli sesuatu yang ilegal atau tidak sah, di mana objek yang dibeli bukan merupakan hak dari si penjual. Ini sama halnya Pemprov DKI melalui salah satu perumda-nya bertindak seperti penadah,” ungkapnya.
Masih menurut Adhy, terkait keterlibatan nama Ketua DPRD DKI yang akhir akhir ini ramai dibicarakan, rasanya tidak elok jika publik digiring hanya untuk memvonis Prasetyo Edi Marsudi. “DPR/DPRD itu menganut filosofi kolektif kolegial dan Ketua DPRD tidak memiliki kewenangan dalam mengeksekusi sebuah keputusan tanpa ada mekanisme – mekanisme yang harus dilalui, misalnya terkait anggaran, maka di sini Ketua DPRD yang juga bertindak selaku Ketua Banggar sudah pasti akan memutuskan sesuai dengan kesepakatan yang ada dalam rapat Banggar tersebut,” terang Adhy.
Jika KPK menindaklanjuti kasus ini, lanjut Adhy, maka sangat tepat seluruh anggota Banggar turut diperiksa dan tak ketinggalan dari pihak eksekutif dalam hal ini TAPD.
“Perlu diingat pula bahwa kasus ini merupakan satu dari sekian banyak dugaan – dugaan korupsi yang terjadi pada Pemprov DKI Jakarta, baik itu pada tubuh SKPD, BUMD maupun pada DPRD sendiri. Kasus dugaan korupsi Sarana Jaya adalah bukti politisi Kebon Sirih gagal menjalankan fungsi – fungsi kedewanannya,” kata Adhy.
Terkait tudingan Perumda Pembangunan Sarana Jaya seperti penadah, Adhy juga menyarankan KPK untuk memeriksa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Rasanya Gubernur Anies Baswedan pun harus turut bertanggung jawab. Meningat Sarana Jaya adalah BUMD yang berstatus Perumda yang disitu Gubernur dalam kapasitas selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM) tunggal. Sudah pasti ada laporan – laporan dari Dewan Pengawas Sarana Jaya terkait apa yang terjadi selama ini,” terang Adhy.
Terkait upaya pengungkapan kasus dugaan korupsi di Perumda PSJ yang bakal menyasar hingga Gubernur Anies Baswedan akan muncul pihak – pihak yang merasa terganggu dan tidak mau Gubernur Anies dibawa – bawa dalam masalah ini, menurut Adhy sebuah kekeliruan dan secara tidak langsung bertentangan dengan keinginan Gubernur Anies sendiri yang ingin kasus sarana jaya ini di ungkap secara transparan.
“Ke depan tidak salah jika KPK pun tetap memanggil dan memeriksa Gubernur, Wakil Gubernur bahkan pihak Inspektorat guna mengungkap kasus ini lebih mendalam dan dilakukan secara transparan,” pungkas Adhy.