Pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berencana mengajak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk berkoordinasi terkait penerbitan izin investasi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol di daerah.
“Mungkin sebelum diterbitkan rekomendasi, diatur juga, misalnya pembahasan dengan Majelis Ulama setempat apakah memungkinkan apa tidak,” Deputi Deregulasi Penanaman Modal BKPM, Yuliot, Sabtu (27/2/2021) dikutip dari CNN Indonesia.
Lagi pula, meski MUI menolak kebijakan tersebut, penambahan modal industri penanaman beralkohol tersebut tetap dimungkinkan oleh Peraturan Presiden nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
“Pada kenyataannya sesuai Perpres 44 ini juga dimungkinkan tapi dengan catatan mendapatkan rekomendasi terlebih dahulu dari kementerian perindustrian. Tapi perusahaan eksisting tuh yang bisa nambah jadi ini terjadi monopoli secara undang-undang, secara regulasi,” imbuh Yuliot.
Dalam waktu dekat, lanjutnya, BKPM juga berencana menggelar audiensi dengan MUI serta pihak-pihak yang keberatan dengan dibukanya keran investasi industri minuman beralkohol.
Tujuannya, untuk menjelaskan latar belakang pengambilan kebijakan dan rencana pemerintah untuk tetap menjamin pengendalian minuman beralkohol.
“Kebijakan baru ini justru diharapkan agar ada kesempatan terutama minuman tradisional di daerah yang selama ini tidak bisa dapat izin seperti di Bali, kemudian Papua itu dibenarkan. Tapi di daerah lain prinsipnya sulit, tertutup,” terangnya.
BKPM juga menjamin izin investasi di luar empat wilayah yang telah ditentukan yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Sulawesi Utara, akan diperketat.
“Di daerah yang di luar empat itu sesuai gubernur. Tapi kalau gubernur yang kita mediasi kelihatannya tidak akan ada yang akan menerbitkan rekomendasi,” pungkasnya.