Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya menjadi tukang stempel pemerintah dan antikritik ketika ada anggota dewan melakukan protes tetapi mic dimatikan.
“Ada anggota DPR yang melakukan protes tetapi tiba-tiba dimatikan. Ini menunjukkan DPR hanya menjadi tukang stempel pemerintah,” kata pengamat politik Muslim Arbi kepada suaranasional, Jumat (13/2/2021).
Menurut Muslim, kelakuan pimpinan DPR yang mematikan mic menunjukkan lembaga wakil rakyat mirip di era Orde Baru. “Semua harus kemauan pemerintah dan tidak ada perdebatan di DPR,” paparnya.
Muslim mengatakan, rakyat tidak mempercayai DPR yang tidak pernah memperjuangkan aspirasi rakyat. “Mulai dari UU Omnibus Law, UU KPK hasil revisi menunjukkan DPR lebih berpihak kepada kepentingan penguasa,” jelas Muslim.
Kata Muslim, tindakan DPR yang mencederai rakyat membuat Pemilu 2024 sepi peminat. “Rakyat hanya dijadikan obyek suara dan tidak pernah didengar pendapatnya,” ungkapnya.
Insiden microphone mati kembali terulang lagi. Kali ini menimpa anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, Guspardi Gaus. Momen itu terjadi saat rapat paripurna di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2).
Sidang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Ketiganya berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Golongan Karya (Golkar).
Ketika dia protes terkait penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, tiba-tiba microphone-nya mati. SKB tersebut mengatur enam keputusan utama pakaian seragam di sekolah negeri. Guspardi tidak bisa menduga siapakah yang mematikan microphone saat ia sedang berbicara.