Oleh: Abu Muas T. (Pemerhati Masalah Sosial)
Awalnya sangat tidak pada tempatnya atau “jijik” penulis ikut mengomentari timbulnya kegaduhan soal kudeta gagal terhadap salah seorang ketua umum (Ketum) sebuah partai, karena aksi kudeta ini sangatlah tidak patut terjadi jika para pelakunya masih punya hati nurani sebagai sosok manusia.
Betapa “nista” kegaduhan kudeta “ecek-ecek” yang hanya akan mengudeta salah seorang Ketum sebuah partai di tengah-tengah kita semua sedang menghadapi wabah corona. Wabah yang hampir berjalan setahun ini dan belum dapat diprediksi kapan berakhirnya, malah ada orang-orang yang membuat suasana gaduh yang hanya menuruti hawa nafsu serakahnya yang konon bernafsu meraih kekuasaan pada waktu mendatang.
Para pembuat dan pelaku kegaduhan hendaknya mau berkaca diri, jika mereka masih mau berkaca. Update terkini wabah corona di Tanah Air sudah tembus tujuh digit atau lebih dari satu juta positif terpapar corona. Alih-alih ikut prihatin terhadap kondisi yang terjadi akibat wabah yang satu ini, malah yang ada justru membuat kegaduhan baru menyusul kegaduhan sebelumnya yang dengan nafsu serakahnya tega-teganya seorang menteri mengkorup dana bantuan sosial (bansos) khusus corona.
Kembali pada kenistaan kudeta “ecek-ecek” yang gagal, bagi masyarakat luas sudah muak melihat tampilnya orang-orang yang ditayangkan di layar kaca dengan silat lidahnya berargumen pembenaran atas tindakan kudeta gagalnya.
Disebut kudeta “ecek-ecek”, karena jika kita bandingkan dengan kudeta yang nyaris bersamaan juga terjadi kudeta di Myanmar. Kudeta yang terjadi di Myanmar dapat dikatakan cukup berkelas, karena pihak militer Myanmar tidak puas atas klaim terjadinya kecurangan dalam pemilu pada November 2020 lalu. Di Myanmar terjadinya kudeta konon dipicu adanya kecurangan pemilu, kalau di sini terjadi kudeta “ecek-ecek” gagal terhadap Ketum Partai yang patut diduga dipicu oleh nafsu keserakahan berkuasa pada masa mendatang. Na’udzubillah..