Menag, Wapres dan Ketum PBNU Wajib Dihadirkan di Persidangan Kasus Gus Nur

[Catatan Sidang Ketiga, 2 Februari 2021]

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Tim Advokasi Gus Nur

Pada Selasa (2/2) Sidang Kasus Gus Nur kembali melanjutkan pemeriksaan saksi. Ada empat saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu : Abdul Rochman, Refli Harun, M Nuruzzaman dan M Taufik. Sidang yang diagendakan dimulai pukul 10.00 WIB, molor pada pukul 11.15 WIB, dan berakhir pukul 16.00 WIB.

Dari keterangan yang diberikan saksi, ada sejumlah fakta menarik dan bahkan meringankan kasus yang menjerat Gus Nur, yaitu :

Pertama, Saksi Refli Harun menyebut dirinya juga mengunggah konten serupa yakni konten yang dipersoalkan berupa video dialog antara Gus Nur dan Refli Harun melalui akun YouTube REFLY UNCUT. Saksi mengaku, konten video dimaksud tidak melanggar hukum, lolos verifikasi dan penyeleksian akhir sehingga saksi kemudian juga mengunggahnya di channel YouTube miliknya. Saksi sendiri, dikenal luas sebagai seorang ahli hukum.

Saksi bahkan menegaskan, dirinya menerapkan ‘standar tinggi’ dalam membuat konten. Konten video yang dipersoalkan berupa video dialog antara Gus Nur dan Refli Harun substansinya menurut saksi ilmiah, diproses melalui interview, dalam suasana dialog komunikatif saling bertanya dan menjawab, sekaligus saling menjelaskan.

Dengan demikian, saksi juga merasa aneh dengan proses yang dialami Gus Nur. Dirinya sendiri, mendapatkan perlakuan yang lebih sadis, hingga dikatai binatang, namun saksi memahami itu sebagai konsekuensi sebagai person in public. Banyak video yang kontennya lebih ‘mengerikan’ juga tak pernah menjadi objek yang diproses melalui ranah hukum.

Penulis sendiri berkeyakinan, sebenarnya konten dimaksud memang bukanlah tindak pidana. Acara dialog santai yang bermula membahas tentang Omnibus Law ini menjadi persoalan hukum, ketika penguasa meminjam tangan elemen masyarakat untuk diadu domba. Gus Nur sendiri, dalam video tersebut memang banyak mengkritik kezaliman rezim Jokowi.

Kedua, bukti yang dihadirkan Jaksa bukanlah bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 6 UU ITE, yang menyatakan :

“informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.”

Alat bukti video berupa dialog antara Gus Nur dan Refli Harun totalnya berdurasi 28 menit. Namun, video yang diputar Jaksa hanya 4 menit, selanjutnya video tidak dapat dilanjutkan (rusak/macet). Artinya, bukti video tersebut tidak dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk menerangkan suatu keadaan.

Bahkan, jika bukti ini dipaksakan sebagai alat bukti, maka tindakan jaksa melanggar ketentuan pasal 35 UU ITE, yaitu :

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”

Penggunaan alat bukti berupa konten video berupa dialog antara Gus Nur dan Refli Harun totalnya berdurasi 28 menit. Namun, video yang dapat diputar Jaksa hanya 4 menit selanjutnya video tidak dapat dilanjutkan (rusak/macet) adalah ilegal. Alhasil, jaksa akan terkualifikasi melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik jika bukti tersebut tetap digunakan dalam perkara.

Ancaman pelanggaran pidana pasal 35 UU ITE ini adalah 12 tahun, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal Pasal 51 ayat (1) UU ITE.

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”

Ketiga, ada keterangan menarik dari Saksi Abdul Rochman selaku Sekretaris PP Ansor, yang menyebut Abu Janda dengan nama asli Permadi Arya adalah anggota Banser Ansor, pernah melakukan Diksar di Ansor. Lucunya, Abu Janda tidak diperiksa dalam perkara ini, padahal termasuk materi perkara yang dipersoalkan dalam video.

Jadi wajarlah, jika Abu Janda dalam kasus laporan Ketua KNPI juga tidak ditahan. Dikasus ini saja, semua diperiksa kecuali Abu Janda. Padahal, namanya ada dalam materi video yang juga diadopsi dalam berkas BAP seluruh saksi.

Lebih menarik lagi, saksi menegaskan tidak ada NU Cabang Kristen. Tidak ada Luhut Binsar Panjaitan NU Cabang Kristen, Listyo Sigit NU Cabang Kristen, Hasto Kristiyanto NU cabang Katolik. NU hanya ada struktur PBNU dipusat hingga Cabang di daerah.

Padahal, dalam beberapa kesempatan dan video termasuk beritanya beredar viral, KH Said Aqil Siradj pernah menyebut Luhut Binsar Panjaitan NU Cabang Kristen, Listyo Sigit NU Cabang Kristen, Hasto Kristiyanto NU cabang Katolik. Entah siapa yang berkata bohong dalam perkara ini ?

Keempat, Saksi M Taufik menerangkan makna Sekulerisme dan Liberalisme adalah positif. Keterangan itu, diberikan saat menjawab pertanyaan Rekan Novel Bamukmin.

Keterangan ini, sebenarnya mementahkan soal kalimat ‘NU Sekuler dan Liberal’ karena dalam pandangan saksi liberal itu positif. Jika positif, kenapa Gus Nur dipersoalkan karena menyebut NU disusupi orang liberal ?

Terlebih lagi, Saksi Abdul Rochman dan M Nuruzzaman menyebutkan joget joget dengan biduan yang membuka aurat itu bertentangan dengan akhlak dan norma Ansor. Itu artinya, ketika Gus Nur mengkritik kelakuan oknum Ansor yang joget joget bersama biduan yang mengumbar aurat sudah tepat, bukan pencemaran, bukan menyebar kebencian.

Kelima, semua saksi dalam keterangannya (selain Refli Harun) menyebutkan perkara ini selain telah mencemarkan Ansor Banser dan NU, juga telah mencemarkan nama baik pribadi KH Said Aqil Siradj, KH Ma’aruf Amien dan Yaqut Cholil Qoumas yang saat ini menjabat Menteri Agama. Karena genus delik pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah ketentuan pasal 311 KUHP yang merupakan delik aduan, maka kehadiran KH Said Aqil Siradj, KH Ma’aruf Amien dan Yaqut Cholil Qoumas didalam persidangan untuk diambil keterangannya adalah wajib.

Terlepas apakah nama nama dimaksud sudah di BAP, tetapi jika tidak dihadirkan di persidangan untuk diambil keterangannya maka perkara ini gugur, karena tidak ada keterangan pengadu yang mengajukan pengaduan dan keberatan atas pencemaran yang dilakukan terhadap dirinya.

Adapun dasar kewajiban hadir di pengadilan adalah ketentuan pasal pasal 185 Ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Jika saksi tidak dihadirkan, maka segala keterangannya tidak bernilai dan wajib dikesampingkan. Perkara ini menjadi gugur, karena tidak adanya keberatan dari pihak yang merasa nama baiknya dicemarkan.

Rasanya, ingin segera mengetahui siapa saksi selanjutnya yang dihadirkan Jaksa pada sidang Selasa 9 Februari 2021 yang akan datang. Yang jelas, KH Said Aqil Siradj, Wapres KH Ma’aruf Amien dan Menag Yaqut Cholil Qoumas wajib dihadirkan di persidangan