Calon Kapolri Listyo Sigit Prabowo diragukan dalam komitmennya di tengah industri hukum.
“Komitmen penjabat Kapolri, siapa pun orangnya, tampaknya akan sulit untuk diwujudkan ketika kita masih tetap terjebak dan berkubang dalam industri hukum. Kita perlu keluar dari kubangan yang menjijikan, jorok, primitif dan barbarian ini,” kata Guru Besar Undip Prof Suteki dalam artikel “Meragukan 8 Komitmen Calon Kapolri Baru di Tengah Industri Hukum”
Suteki mengatakan, industri hukum menjadikan pemerintah sebagai extractive institution sebagai lambang negara kekuasaan bukan negara hukum. Dan hal itu sekaligus menunjukkan bahwa cara berhukum kita (Rule of Law) masih berada di tahap paling tipis (the thinnest rule of law) di mana rezim penguasa hanya menggunakan perangkat hukumnya sebagai sarana untuk legitimasi kekuasaan sehingga kekuasaannya bersifat represif yang akan membuat wajah penegakan hukum itu menjadi bopeng.
Menurut Suteki, sebagai negara hukum, Indonesia membutuhkan sebuah sistem hukum di mana negaralah yang mempunyai otoritas penuh dalam menegakkan penerapan hukum.
Negara berdaulat penuh untuk melaksanakan seluruh hukum, negara tidak boleh dalam kendali atau intervensi sebuah kelompok tertentu (oligarkh) dalam melaksanakan penegakan hukum.
“Dan maka dari itu pula para polisi, jaksa atau hakim, pengacara di dalam sistem hukum yang baik, yang diberi amanah untuk mengadili suatu perkara haruslah dari orang-orang yang berderajat sebagai manusia terpilih yang memahami betul perkara dan hukum-hukum yang telah dibentuk dengan cara terbaik sehingga tidak gegabah bahkan keliru dalam menjatuhkan suatu vonis,” paparnya.
Suteki tetap berharap berharap Kapolri baru ini mampu menghentikan praktik industri hukum dimulai dari institusi yang dipimpinnya. “Buktikan bahwa Polri berkarakter promoter dan presisi, bukan sebaliknya Non-Promoter dan Non-Presisi,” pungkasnya.