UU Omnibus Law Cipta yang sudah disahkan DPR dan naskahnya belum selesai secara sempurna menunjukkan lembaga wakil rakyat dan pemerintah merusak martabatnya sendiri.
“Pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR dan ternyata beredar UU yang sudah ketok palu itu ternyata belum beres. Ini menunjukkan DPR dan pemerintah merusak martabatnya sendiri,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada suaranasional, Jumat (9/10/2020).
Kata Amir Hamzah, publik mempertanyakan keabsahan UU Omnibus Law yang disahkan DPR itu ternyata belum selesai. “Apa yang disahkan itu? ini sebuah kebohongnan publik, ada kepentingan apa? melakukan kebohongan terhadap rakyat yang mereka wakili. sistem tata negara amburadul,” ungkapnya.
Menurut Amir Hamzah, Rezim Jokowi harusnya berfikir bahwa dibutuhkan rakyat bukan UU Omnibus Law Cipta Kerja tetapi kembali UUD 45.
Selain itu, ia mengatakan, demonstrasi menolak UU Omnibus akan terjadi lebih massif dan diikuti semua komponen bangsa Indonesia. “UU Omnibus Law Cipta Kerja dampaknya bukan hanya kalangan pekerja dan buruh tetapi menyangkut masalah pendidikan, kesehatan, dirampoknya kewenangan daerah,” paparnya.
Sebelum pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, kata Amir Hamzah, Bupati Bolaang Mongondouw (Bolmong) Yasti Soepredjo jadi tersangka karena membongkar PT Conch North Sulawesi Cement (CNSC) milik Cina karena tanpa ijin usaha pertambangan. “Perusahaan asal Cina itu melapor ke Pusat dan Bupati itu dijadikan tersangka. Kalau UU Omnibus Law Cipta Kerja sudah disahkan, kepala daerah terlambat memberi ijin bisa dianggap menyalahi hukum,” jelasnya.