Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial
Memasuki pekan terakhir September 2020 penyebaran dan penularan covid-19 di Tanah Air kondisinya cukup mengkhawatirkan karena trennya masih terus meningkat. Wajarlah jika rencana pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar Desember 2020 mendatang harus menghadapi kondisi yang sangat dilematis.
Muncullah kondisi tarik-ulur antara pilkada tetap berjalan terus sesuai rencana atau ditunda. Sejumlah pihak telah menyuarakan atau mengusulkan pilkada sebaiknya ditunda. Sementara di satu sisi KPU, DPR dan Pemerintah hingga kini belum ada tanda-tanda akan menunda pilkada.
Di lain sisi, dua ormas terbesar Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan representasi ummat mayoritas di negeri ini telah mengusulkan agar pilkada ditunda. Di sinilah dilematis dua sisi yang berseberangan harus berhadapan, antara kepentingan penyelamatan masyarakat dari wabah covid-19 dengan kepentingan politik.
Dalam situasi dan kondisi yang dilematis saat ini, tiba saatnya negeri ini membutuhkan ketegasan pemimpin pemerintahan yang dalam hal ini Presiden Joko Widodo harus menjadi orang nomor satu dalam memecahkan kebuntuan suasana dilematis ini. Akankah presiden mengutamakan kesehatan rakyatnya atau kepentingan politik yang didahulukan.
Jika suara mayoritas penundaan pilkada yang diwakili dua ormas terbesar di negeri ini Muhammadiyah dan NU sudah tidak digubris, maka layak timbul pertanyaan, mewakili rakyat yang mana para wakil rakyat yang ada di DPR? Jika KPU tetap kukuh menggelar pilkada, lalu rakyat yang mana yang diharapkan memilih?