Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dan Gatot Nurmantyo diduga melakukan makar dengan memprovokasi massa untuk mengganggu keamanan dan stabilitas nasional.
“Perbuatan KAMI yang digagas oleh para tokoh di antaranya mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, diduga makar dengan cara memprovokasi massa dan membentuk opini menyesatkan yang mengganggu keamanan dan stabilitas nasional,” kata politikus PDIP Kapitra Ampera dalam pernyataan kepada suaranasional, Ahad (20/9/2020).
Kapitra mengatakan, Gatot Nurmantyo dalam pidatonya pada Deklarasi KAMI di Jawa Barat 9 September 2020, menyebut ada upaya penggantian Pancasila dan prajurit takut melawannya, serta hasutan yang tegas menyatakan prajurit boleh melawan bahkan membunuh atasan.
“Hal ini membangun opini seakan-akan pemerintah berupaya untuk mengganti Pancasila, sehingga akan timbul gejolak kemarahan rakyat yang menghalalkan upaya anarkis dengan dalih mempertahankan Pancasila,” papar Kapitra.
Makar merupakan tindak pidana berat (felonia implicatur in quolibet protione) yang harus dihukum dengan berat (crimen laesae magestatis omnia alia criminal excedit quoad). R. Soesilo menjelaskan pasal 87 KUHP, Makar terjadi apabila telah dilakukan perbuatan pelaksanan (begin van uitvoering).
Kapitra mengatakan, secara objektif perbuatan pelaksanaan dilihat jika perbuatan mengandung potensi mendekati delik yang dituju (voluntas reputabitur pro facto), yang dalam hal ini upaya menghasut dan penggiringan opini negatif yang dilakukan KAMI terhadap rakyat dapat dianggap sebagai permulaan pelaksanaan dari suatu bentuk menggulingkan pemerintahan yang sah.
Menurut Kapitra, adanya niat (voomemen) dan suatu pemufakatan jahat (semanspaning) yang diduga dilakukan oleh KAMI, juga menjadi unsur penting dalam kejahatan makar. Niat dan pemufakatan jahat dapat diketahui dengan adanya pelaksanaan dari niat yang untuk melakukan tindak pidana makar (exteriora indicant interiora).
“Dengan demikian, seruan-seruan KAMI yang menggerakkan massa dan membentuk distrust masyarakat terhadap kepada pemerintah sehingga menyebabkan upaya menggulinggan pemerintahan yang sah (omwenteling) dengan cara yang inkonstitusional telah memenuhi unsur Tindak Pidana Makar,” jelasnya.
Upaya KAMI dalam membentuk opini-opini negatif terhadap pemerintah, kata Kapitra dapat melanggar ketentuan pasal 160 KUHP dalam Tindak Pidana Penghasutan. Perbuatan ini mendorong, mengajak, membangkitkan semangat orang untuk melakukan sesuatu baik secara lisan maupun tulisan, ditempat yang didengar oleh publik, dengan maksud mengajak orang lain untuk melakukan tindak pidana, melakukan kekerasan kepada penguasa/pemerintah, dan/atau tidak mematuhi peraturan perundang-undangan.
“Dalam hal ini perbuatan ajakan yang termuat dalam Maklumat KAMI dapat diduga merupakan pelanggaran terhadap delik penghasutan,” jelasnya.
Kata Kapitra, KAMI dan Gatot Nurmantyo bisa dikenai ujaran kebencian (hate speech), pemberitaan bohong (hoax), penghasutan, provokasi, serta ajakan untuk melakukan unjuk rasa dalam rangka people power yang saat ini kerap menggunakan media sosial sebagai wadah penyiaran dan penyebarannya,
“Melanggar Ketentuan Pasal 28 ayat 1 jo Pasal 45A ayat 1 Undang-undang No 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana,” pungkasnya.