Mantan Ketua Umum Generasi Muda Buddhis Indonesia (Gemabudhi), Lieus Sungkharisma, menyesalkan panitia pemugaran/renovasi Vihara Dharma Bahakti di kawasan Petak Sembilan Jakarta Barat, yang mendudukkan almarhum Liem Sioe Liong atau Sudono Salim di Dewan Kehormatan.
“Padahal masih banyak tokoh agama Buddha yang masih hidup dan pantas duduk di kepanitian pemugaran Vihara tertua di Jakarta itu,” ujar Lieus pada Wartawan, Sabtu (25/7).
Menurut Lieus, pasca mengalami musibah kebakaran pada 2 Maret 2015, sejumlah pihak kemudian mengupayakan pemugaran Vihara Dharma Bhakti di Kawasan Petak Sembilan, Taman Sari, Jakarta Barat tersebut. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bahkan menyokong sepenuhnya upaya pemugaran itu.
Susunan personalia di kepanitian pemugaran Vihara itulah yang kemudian disesalkan Lieus. Pasalnya ada sejumlah tokoh penting agama Buddha yang justru tidak dilibatkan.
“Sebut saja Ibu Hartati Murdaya. Beliau itukan Ketua Umum Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi), organisasi umat Buddha terbesar di Indonesia. Tapi kok malah tidak dilibatkan. Malah Liem Sieo Liong yang sudah meninggal dunia duduk sebagai Dewan Kehormatan,” ujar Lieus.
Selain Liem Sioe Liong di Dewan Kehormatan, sejumlah nama juga duduk di Dewan Pembina Panitia Pemugaran Vihara tersebut. Di antaranya adalah Sugianto Kusuma, Prayogo Pangestu, Anthoni Salim, Yusuf Hamka dan Tomy Winata.
“Kalau Yusuf Hamka yang muslim saja dilibatkan dalam kepanitian, masak sih Hartati Murdaya yang notabene adalah Buddha bahkan Ketua Umum Walubi ditinggalkan? Supaya diketahui saja, Sugianto Kusuma itu adalah perwakilan Buddha Tzu Chi dan Parmabudhi, salah satu organisasi Buddha yang baru dibentuk di Indonesia dan menjadi saingan Walubi,” ujar Lieus.
Lieus mengaku prihatin dan sangat menyesalkan adanya tokoh-tokoh Buddha yang tidak dilibatkan dalam kepanitian pemugaran Vihara tersebut. “Apakah ini karena lobi-lobi khusus atau ada kepentingan lain, saya tidak tau. Tapi faktanya Ketua Umum Walubi, sebagai organisasi Buddha terbesar di Indonesia, tidak dilibatkan,” ujar Lieus.
Lieus berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, hendaknya bersikap lebih arif dalam menyikapi pentingnya persatuan umat Buddha terkait upaya pemugaran Vihara Dharma Bhakti ini. “Pemerintah jangan malah jadi pemecah belah persatuan umat Buddha yang minoritas ini. Dalam hal pemugaran Vihara tersebut, Kementerian Agama RI hendaknya tidak pilih kasih dengan mengakomodir satu pihak saja dan mengabaikan pihak lainnya,” tegas Lieus.
Lieus menyebut, Vihara Dharma Bhakti adalah salah satu Vihara kebanggaan umast Buddha yang usianya sudah sekitar 4,5 abad dan sudah masuk dalam bangunan cagar budaya. “Klenteng atau Vihara ini adalah milik seluruh umat Buddha. Seharusnya dalam pemugarannya pasca musibah kebakaran tahun 2015 lalu, semua elemen umat Buddha dilibatkan,” katanya.
Seperti diketahui, Vihara Dharma Bhakti memang Klenteng tertua di Jakarta. Pendirian rumah ibadah ini umat Buddha ini sudah dilakukan sejak tahun 1650 dengan nama Klenteng Kwan Im Teng. Seorang letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen merupakan sosok yang tidak lepas turut berjasa dalam pembangunannya.