Aktivis 74: Kasus Djoko Tjandra, Penegakan Hukum Era Jokowi Makin Buruk

Kasus masuknya koruptor kakap Djoko Tjandra ke Indonesia dan membuat e-KTP menunjukkan penegakan hukum era Rezim Joko Widodo (Jokowi) makin memburuk.

Demikian dikatakan aktivis Malari 74 Salim Hutadjulu dalam pernyataan kepada suaranasional, Jumat (17/7/2020). “Para koruptor merasa senang di era Rezim Jokowi setelah adanya UU KPK hasil revisi,” ungkapnya.

Kata mantan tahanan politik era Soeharto ini, kasus Djoko Tjandra menjadi tamparan keras kepada penegakan hukum di era Jokowi. “Untuk mengembalikan kepercayaan publik, Jokowi harus memecat semua aparat negara yang membantu Djoko Tjandra,” jelas Salim.

Salim mengatakan, anggota DPR harus bersuara kritis terhadap kasus Djoko Tjandra. “DPR hanya jadi pendukung suara penguasa dan pengusaha,” papar Salim.

Djoko Tjandra, buronan kasus hak tagih atau cessie Bank Bali yang merugikan negara hingga Rp 940 miliar, menampar kewibawaan lembaga negara Indonesia dan mencoreng penegakan hukum.

Djoko Tjandra dinyatakan buron sejak 2009. Diketahui kemudian, ia memiliki kewarganegaraan Papua Nugini sejak 2012.

Di tengah pandemi Corona, di awal Juni, buronan itu melenggang santai masuk ke Indonesia, mendatangi rumahnya di Jakarta, mengurus KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

KTP elektroniknya selesai tak sampai dua jam. Setelah itu, ia bergegas ke Kantor Pelayanan Satu Atap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditemani penasihat hukumnya dari Anita Kolopaking and Partners untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya.