Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyampaikan impor Indonesia dari Cina tergolong besar. Impor tersebut berasal dari berbagai sektor mulai dari pangan hingga ke teknologi.
“Kalau kita lihat, fenomenanya impor buah dari Cina besar, impor sayur juga besar. Ternyata ketergantungan kita dengan Cina besar,” ujar Faisal dalam konferensi video, Jumat, 22 Mei 2020.
Impor sayur misalnya, hampir 67,5 persen berasal dari Cina. Belum perlengkapan telekomunikasi yang 53,1 persen impornya dari Negeri Tirai Bambu. Adapula semen 50,4 persen, pipa besi dari baja 40,4 persen, alumunium 34,1 persen, tembaga 32,4 persen, pupuk 31,2 persen, dan mesin keperluan industri tertentu 28,2 persen.
Data tersebut, menurut Faisal, diolah dari data Badan Pusat Statistik tahun 2019. Ia menduga besarnya impor tersebut disebabkan karena proyek-proyek dari investor Cina banyak menggunakan bahan baku hingga pekerja dari sana. Ia melihat sejak 2010 tren impor dari Negeri Panda terus menanjak dan pangsanya bisa mencapai 25 persen.
Tak hanya dari sisi impor, Faisal mengatakan ekspor Indonesia ke Cina pun cukup besar. Misalnya minyak kelapa yang pangsa ekspor ke Cinanya 19,5 persen, besi dan baja 33,6 persen, biji tembaga 44,7 persen, biji tembaga 44,7 persen, lignit 97,1 persen, hingga batu bara yang mencapai 17,5 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan impor nonmigas dari Cina pada Februari 2020 mencapai US$ 1,98 miliar, turun dari capaian Januari yang mencapai US$ 3,93 miliar. Sementara itu, capaian pada bulan lalu juga merosot tajam dari Februari 2019 yang mencapai US$3,93 miliar.
“Penurunan impor terbesar dari Cina adalah mesin dan perlengkapan elektrik, mesin dan peralatan mekanik, plastik dan barang dari plastik,” ujarnya.
Adapun, Cina menjadi negara penyumbang penurunan impor terbesar bagi Indonesia, baik secara tahunan maupun bulanan pada Februari 2020.
(Tempo)