Tuntutan untuk pergantian pemimpin di suatu negara karena ada keresahan dari masyarakat.
“Ketika gelombang keresahan rakyat membesar, biasanya pergantian pemimpin menjadi tuntutan! Semoga tak terjadi,” kata budayawan Eros Djarot dalam artikel berjudul “Meredupnya Kewibawaan Negara”.
Kata Eros Djarot, ketika negara dirasakan tidak hadir oleh rakyatnya, maka rakyat akan mengatur dirinya sendiri (anarkis).
Menurut Eros Djarot, Jokowi yang sempat menjadi super darling-nya media massa dan massa rakyat, belakangan mulai sepi pujian dan mulai redup sinar keemasannya.
“Sekarang sudah bukan para pembantunya lagi yang dihujani tudingan minus, tapi sudah mulai langsung kepada sosok pemimpin yang memilih para pembantu tersebut,” ungkapnya.
Kata Eros, rakyat juga mengkritisi adanya super minister yang wilayah komando dan kekuasaan eksekusinya melebihi institusi negara dan bahkan presiden sendiri.
“Kalau dulu setiap jelang lebaran yang digunjingkan adalah masalah impor daging dan beras, jelang lebaran kali ini yang ramai digunjingkan adalah ‘impor’ pekerja China yang setiap hari membanjiri NKRI,” ungkapnya.
Sementara isu THR yang mencuat bersamaan dengan ancaman luapan pengangguran pasca lebaran, menambah suasana limbung yang terasa mulai memicu hawa panas. Pada gilirannya akan meningkat menjadi ancaman yang cukup serius.
Kata Eros Djarot, di tengah carut marut ini, institusi resmi pemerintah malah menyelenggarakan malam dana menarik uang dari masyarakat. Bahkan institusi yang seharusnya mengurusi dan merumuskan masalah ideologi negara pun ikut serta meramaikan. Sebuah motor yang dibubuhi tanda tangan Presiden Jokowi pun berhasil menggaet dana sebesar dua setengah miliar rupiah sendiri. Ditutup dengan seluruh petinggi institusi negara bernyanyi.
“Suara sumbang pun mengakhiri perhelatan yang membuat rakyat bertanya-tanya; inikah salah satu terobosan yang dianggap berarti? Untung saja penampilan Ketua MPR Bambang Susatyo cukup simpatik,” jelasnya.