Hubungan emosional rakyat terhadap pemerintah saat ini terasa berada dititik kurang baik meskipun belum dibawah minus. Pepatah mengatakan, “sesuatu yang awalnya diimulai dengan buruk akan berakhir dengan buruk pula”.
Persepsi semakin buruk tumbuh terkait banyaknya janji atau rencana yang disampaikan kepada rakyat tetapi realitasnya minim bahkan ada yang hilang tak berjejak lagi.
Gus Nur bahkan membuat daftar yang dirilis via video, disebutnya prank nasional. Miris sekali daftar isinya. Walaupun tidak sebut nama atau jabatan, pastinya bukan warga biasa tapi presiden. Bahkan kalau dipakai DPR mungkin bisa jadi jalan untuk hak interpelasi atau hak bertanya Dewan sebelum sampai ke MPR.
Namun situasi kekuasaan saat ini sungguh menakjubkan. Mungkin kalau dipakai di era orde baru sampai saat ini masih langgeng. Soalnya hak kekuasaannya didasarkan menang pilpres. Curang bukan penghalang. Tetap dianggap halal sah.
Bayangkan saja dengan ramainya ketimpangan antara kebijakan presiden dan kabinetnya kepada masyarakat bukannya jera setelah setelah blunder langkah awal terkait hadirnya Virus Covid19 di negeri ini. Menkesnya sampai ambil posisi kebelakang layar.
Alih-alih ada penyempurnaan langkah yang berkelas nasional, rakyat malah disuguhi suasana konflik perang pernyataan atas tindakan pemprov khususnya DKI Jakarta.
Targetnya jadi terkesan hendak menjatuhkan kredibilitas sang Gubernur Anies, meskipun penyerangan dengan bahasa aniaya karakter dilakukan oleh para buzzer orderan.
Diluar kesan kegagapan menghadapi pandemi ini disisi akses penyediaan layanan alat pendukung tim medis, kesan asal bicara dahulu eksekusi belakangan terjadi pula dalam penanganan ekses sosial ekonomi.
Penundaan pembayaran cicilan kredit selama setahun yang disampaikan langsung oleh presiden dengan penuh kepercayaan diri tetapi ditolak halus keluarga besar perbankan dan lembaga keuangan merupakan gambaran ‘untrusted leader’ skala besar.
DItambah dengan kartu pra kerja yang kontroversial eksekusinya. Ada garong berdasi menyelinap didalam program itu. Dan karena publik luas telah menciumnya maka bisa jadi alasan perppu Covid 2020 yang sudah disahkan itu akan menjadi pelindung legal mereka menjadi keniscayaan.
Akhirnya kita melihat kebijakan presiden terkesan ketiadaan empati yang tulus dimata rakyat banyak. Buka transportasi tapi tidak untuk mudik kecuali mungkin pulang kampung boleh yang berlaku, hingga ajakan berdamai dengan covid19 semakin blunder dimata rakyat banyak.
Hal ini terbukti dengan riuhnya netizen menebar hastag TERSERAH!! dan fenomena perluasan jurang antipati terhadap kekuasaan semakin terdampak akibat seringnya pemimpin bicara ngawur maka rakyatpun akan kabur…