Perang Amerika dan Tiongkok bukan Indonesia

Oleh: Adian Radiatus

Meski Trump banyak menyerang kebijakan Tiongkok tetapi belum tentu rakyat Amerika selalu bilang “yes!” itulah bagusnya ‘democratic’, bebas berkata, bereaksi atau berekspresi. Meski kadang bikin cape pemimpin yang baper seperti yang banyak ditemui dinegeri ini.

Tradisi kekuasaan Amerika yang sudah terbiasa menjadi super power dihadapan negara-negara diseluruh dunia belakangan ini memang terusik khususnya secara ekonomi perdagangan oleh Tiongkok.

Dengan perubahan yang terkesan cepat hanya dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir ini oleh expansi ekonomi Tiongkok diberbagai negara dunia telah membuat Amerika kedatangan lawan tanding yang tangguh.

Tetapi sebenarnya yang membuat Amerika khususnya Trump cs tidak senang adalah upaya Tiongkok untuk menandingi Amerika dalam teknologi super canggih militer dan non militer.

Dibalik perseteruan itu nama Indonesia sering disebut-sebut sebagai pro Tiongkok. Bahkan penulis Zeng Wei Jian melalui akun facebooknya sambil mengutip terjemahan media asing terkait ada trademarks lisence bisnis Trump dan istrinya Ivanka di Tiongkok.

Atas dasar itu dia menyimpulkan Trump sebagai antek China atau Tiongkok sambil nyinyir bilang kasihan paranoid anti China itu.

Kesimpulan yang terlalu naif oleh ZWJ itu mungkin karena wawasannya terhadap situasi global terkunci pada artikel di link media asing yang dijadikan pelengkap narasi sikap politiknya yang pro Tiongkok itu.

Padahal dengan informasi tersebut semakin menunjukan Trump sebagai pemimpin penerintahan yang tinggi integritas dan loyalitasnya pada negara dan bangsa Amerikanya. “I don’t care of my business with China” mungkin begitu Trump akan bilang bila dibenturkan oleh kedua kepentingan itu.

Urusan Amerika dan Tiongkok itu meskipun bukan urusan Indonesia, tetapi mau tidak mau berimbas pada ranah publik disini secara luas akibat adanya sejarah politik yang tidak mudah ditutup begitu saja.

Sementara saat ini ada kelompok yang memandang ‘he is my business’ kepada Tiongkok dan dilain pihak ada kelompok yang memandang ‘they are our threat” adalah fenomena yang lebih khas ada di negeri ini.

Menjembatani kedua situasi ini adalah menjadi tugas pemerintah yang perlu ditunjukan dengan sikap terbuka kepada publik terhadap hubungan bilateral itu khususnya investasi berskala besar mencakup wilayah dan isi didalamnya.

Kepahitan atas kejahatan komunis Indonesia dimasa lalu yang berafiliasi ke Tiongkok tidak mungkin dapat dihapus begitu saja. Jadi upaya menyederhanakan persoalan ini bukanlah solusi yang bijak.

Indonesia tidak perlu terpesona berlebihan pada Tiongkok apalagi sampai ada yang mengompori seakan Indonesia tidak dapat maju tanpa Tiongkok, tanda karakter nasionalismenya telah tergerus. Lebih parah lagi bila itu dorongan dari regenerasi politik kaum komunis dibelakang layar. Kemungkinan itu selalu ada.

Jadi sebaiknya tidak perlu mencari sensasi bela Tiongkok atau anti Amerika sebagai paranoid pada salah satu pihak. Belajar dari Trump cara bela negaranya diatas, my country the first – business next. Tanpa mengatakannya tapi jelas menunjukannya.

Lagi pula itu ‘perang’ antara Tiongkok dan Amerika bukan Indonesia. Jangan menyerang anti Tiongkok itu sebagai musuh yang bela Amerika. Kesimpulan yang rendah itu analisanya…

Simak berita dan artikel lainnya di Google News