Bukan Berarti Tidak Ada Maksiat di Ramadhan

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman.
Itulah nikmat yang paling besar yang wajib kita syukuri.

Shalawat dan salam dari Allah semoga tercurah kepada Nabi yang mulia Muhammad ﷺ, kepada istri-istri beliau, para sahabat beliau, serta yang disebut keluarga beliau karena menjadi pengikut beliau yang sejati hingga akhir zaman.

Allah ﷻ berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
هَذِهِ أَكْبَرُ نِعَمِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، عَلَى هَذِهِ الْأُمَّةِ : حَيْثُ أَكْمَلَ تَعَالَى لَهُمْ دِينَهُمْ، فَلَا يَحْتَاجُونَ إِلَى دِينِ غَيْرِهِ، وَلَا إِلَى نَبِيٍّ غَيْرِ نَبِيِّهِمْ،
“Ini adalah nikmat Allah yang terbesar pada umat ini di mana Allah menyempurnakan baginya agama Islam ini, maka mereka tidak butuh pada ajaran lainnya, dan tidak butuh pada nabi selain nabi mereka.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:314).

Dan kita diperintahkan untuk bertakwa kepada-Nya sebagai bentuk syukur kita kepada-Nya.

Perintah takwa ini sebagaimana disebutkan dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102).

Memang ketika Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan pun diikat sehingga kita semangat beramal saleh sebaliknya maksiat semakin berkurang.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari, no. 1899 dan Muslim, no. 1079).

Dalam lafazh lain disebutkan,
إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibuka, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai.” (HR. Bukhari, no. 3277 dan Muslim, no. 1079).

Namun kenapa maksiat masih banyak terjadi di bulan Ramadhan walau setan itu diikat?

Disebutkan oleh Abul ‘Abbas Al-Qurthubi rahimahullah,
1. Setan diikat dari orang yang menjalankan puasa yang memperhatikan syarat dan adab saat berpuasa. Adapun yang tidak menjalankan puasa dengan benar, maka setan tidaklah terbelenggu darinya.

2. Seandainya pun kita katakan bahwa setan tidak mengganggu orang yang berpuasa, tetap saja maksiat bisa terjadi dengan sebab lain yaitu dorongan hawa nafsu yang selalu mengajak pada kejelekan, adat kebiasaan dan gangguan dari setan manusia.

3. Bisa juga maksudnya bahwa setan yang diikat adalah umumnya setan dan yang memiliki pasukan sedangkan yang tidak memiliki pasukan tidaklah dibelenggu.

Intinya, kejelekan itu berkurang di bulan Ramadhan dan ini nyata terjadi dibandingkan dengan bulan lainnya.

Kalau maksiat masih berpeluang terjadi di bulan Ramadhan, berarti kita dituntut untuk bersabar.

Sebagian ulama berkata, “Sungguh kesabaran dari maksiat lebih besar dari kedua bentuk sabar lainnya; karena godaan keburukan banyak terjadi dalam kemaksiatan.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sabar dari kemaksiatan dapat tumbuh dari banyak sebab:

Pertama:
Seorang hamba mengetahui keburukan maksiat, kehinaannya, dan Allah telah mengharamkan maksiat tersebut, juga telah melarangnya untuk menjaga dari kehinaan, sebagaimana seorang ayah yang penyayang menjaga anaknya dari hal yang akan membahayakannya.
Sebab inilah yang menjadikan orang yang berakal untuk meninggalkannya meskipun tidak dikaitkan dengan ancaman adzab.

Kedua:
Rasa malu kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Ketiga:
Memelihara nikmat dan kebaikan-Nya yang dirasakan, karena dosa itu akan mencabut nikmat dan itu bisa dipastikan.

Nikmat terbesar adalah nikmat keimanan.
Dosa zina, mencuri, minum-minuman keras, merampok, akan menghilangkan nikmat tersebut dan mencabutnya.

Sebagian generasi salaf mengatakan, “Saya telah melakukan dosa, maka aku dijauhkan dari qiyamullail selama satu tahun.”

Sebagian lainnya mengatakan, “Saya telah melakukan dosa, maka aku dijauhkan dari memahami Al-Qur’an.”

Ada bait syair yang menyebutkan,
إِذَا كُنْتَ فِي نِعْمَةٍ فَارْعَهَا … فَإِنَّ الْمَعَاصِي تُزِيلُ النِّعَم
“Jika kamu merasakan kenikmatan maka peliharalah, karena kemaksiatan akan melenyapkannya”.

Keempat:
Takut kepada Allah, takut akan murka-Nya, hal ini akan kuat menancap dengan membenarkan janji dan ancaman-Nya, beriman kepada-Nya, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya.
Sebab ini akan menguat dengan ilmu dan keyakinan dan akan lemah dengan melemahnya keduanya.

Allah ﷻ berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28).

Sebagian generasi salaf berkata, “Cukuplah ilmu itu dengan takut kepada Allah dan merasa tertipu dengan Allah adalah kebodohan.”

Kelima:
Cinta kepada Allah, inilah yang menjadi sebab terkuat hadirnya sifat sabar untuk tidak menyimpang dari ajaran-Nya dan bermaksiat kepada-Nya.
Karena seorang pencinta akan mentaati orang yang dicintainya.

Keenam:
Karena kemuliaan jiwa, kebersihan, keutamaannya dan menjaga diri dari memilih sebab-sebab yang akan menurunkan derajatnya, merendahkan kedudukannya, menghinakannya, dan menyamakannya dengan orang-orang rendahan.

Ketujuh:
Karena kuatnya pengetahuan akan buruknya dampak kemaksiatan dan mara bahaya yang akan muncul setelahnya, seperti: hitamnya wajah, gelap dan sempitnya hati, kegalauannya, sedih, sakit, terbelenggu, kegundahan yang sangat, bercerai-berai, lemah di hadapan musuhnya, jauh dari hiasannya, kebingungan dalam urusannya, penolongnya akan berlepas tangan darinya, menjauh dari musuhnya yang nyata, ilmu yang sebelumnya sudah siap menjadi jauh, lupa dengan apa yang sudah diraih atau hafalannya menjadi lemah, dihinggapi penyakit dan bisa jadi akan menjadikannya mati; karena dosa-dosa itu akan mematikan hati.

Kedelapan:
Karena pendeknya angan-angan, dan pengetahuannya bahwa dia akan cepat pindah (dari dunia ke akhirat).

Kesembilan:
Menghindari berlebihan dalam hal makan, minum, pakaian, tidur, berkumpul dengan banyak orang.
Kuatnya dorongan kepada maksiat muncul karena banyak hal-hal yang berlebihan.

Kesepuluh:
Yang mampu menggabungkan semua sebab-sebab tersebut adalah bersemayamnya pohon keimanan di dalam hati.
Maka seorang hamba mampu bersabar dari kemaksiatan tergantung kekuatan imannya, setiap kali imannya lebih kuat, maka kesabarannya lebih sempurna.
Jika keimanannya lemah maka lemah pula kesabarannya.

Semoga Allah ﷻ menjauhkan kita dari berbagi maksiat di bulan Ramadhan, dan terus istiqamah dalam beramal saleh.
Dan semoga pula Allah memberi taufik dan hidayah.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

DKM AL HIKMAH
Bekasi: Jum’at, 15 Ramadhan 1441 H