Putri dari Ibu Tien Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) menceritakan fakta sebenarnya atas kabar meninggalnya istri mantan Presiden Soeharto ditembak anaknya.
Ia pun berjanji sebelum dirinya dipanggil Allah, ia ingin masyarakat mengetahui kebenarannya. Siapa pun yang membuat cerita dan ikut menyebarkan, Tutut menyerahkan kepada Allah SWT.
“Sebelum Allah memanggil saya, masyarakat harus tahu kebenarannya. Dan alhamdulillah sekarang ada medsos, yang alhamdulillah, sayapun ikut aktif di sana. Siapapun yang membuat cerita itu, dan siapapun yang ikut menyebarkan, kami serahkan pada Allah untuk menilainya. Karena kami meyakini, bahwa Allah adalah Hakim Yang Maha Adil,” tulis Mbak Tutut dikutip dari laman pribadinya, Tututsoeharto.id dalam tulisan 24 Tahun Lalu, Kamis (30/4/2020).
Berikut kronologi meninggalnya ibu Tien seperti ditulis oleh Mbak Tutut:
Dua puluh empat (24) tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 April 1996, Ibu kami tercinta telah dipanggil Allah SWT. Pada saat itu saya sedang bertugas memimpin sidang organisasi donor darah dunia (di Prancis dan Kemudian di London). Alhamdulillah, pada saat itu saya menjabat sebagai Presiden Donor Darah Dunia.
Betapa terkejut ketika saya mendengar berita ibu telah tiada. Pada saat saya berangkat, ibu masih segar bugar. Mendengar kabar lelayu (berita Ibu wafat), saya langsung kembali ke Jakarta. Itulah perjalanan paling lama yang saya rasakan selama saya bepergian.
Penerbangan yang saya dapat waktu itu SQ, dan harus berhenti si Singapore. Untuk mempercepat waktu, suami saya menjemput saya di Singapore. Kami langsung menuju ke Solo. Jenazah ibu sudah ada disana.
Setelah bertemu ibu dan bapak, kami berangkat ke makam di Giribangun. Saya menemani bapak satu mobil. Di dalam perjalanan menuju makam, dengan suara yang dalam, tiba-tiba bapak bercerita.
“Ibumu pagi itu, mengeluh”
“Bapak, aku kok susah nafas yo”
“Bapak tanya mana yang sakit bu”
Ibumu bilang “Ora ono sing loro (tidak ada yang sakit), mung susah nafas pak (hanya susah nafas pak)”
Bapak bertanya lagi, “Dadanya sakit nggak bu”
Ibumu berbisik “ Ora ono (tidak ada)”
Bapak rebahkan ibu dengan bantal yang agak tinggi, karena ibumu susah nafasnya.
Bapak panggil ajudan untuk segera menyiapkan ambulans. Ibu harus dibawa ke rumah sakit segera.
Saya mencoba bertanya ke bapak “Jadi ibu tidak mengeluh sakit sedikitpun pak?”
Bapak menjawab dengan tegas, “Tidak, ibu hanya mengatakan susah nafas.”
“Jam berapa itu pak?” saya bertanya.
“Kurang lebih jam 3” kata bapak. Berarti setelah bapak sholat tahajut.
Kemudian bapak melanjutkan ceritanya, “Di dalam perjalanan, ibumu sudah tidak sadar. Sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha untuk membantu ibumu. Tapi, Allah berkehendak lain.”
Bapak terdiam tidak bicara lagi. Sepertinya, bapak ingin mengungkapkan perasaan hati yang kehilangan ibu dengan bercerita.
Tak dapat saya bendung air mata saya.
Bapak dan ibu tak pernah berjauhan. Beliau berdua saling mencinta, saling mendukung, dan saling membantu. Begitu yang satu tidak ada lagi di kehidupan, maka akan terasa, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.
Sahabat…, terima kasih yang tulus kami sampaikan, atas doa yang selalu dilantunkan untuk Ibu dan Bapak kami tercinta. Semoga Allah SWT, membalas dengan berlipat ganda… Aamiin.
Terima kasih kami haturkan ya Allah, telah memilihkan kami terlahir dari seorang ibu yang baik, bijaksana, hormat pada orang tua dan suami dan sesepuh, penuh kasih sayang, peduli pada yang berkekurangan, membantu yang membutuhkan, memberi pada yang tidak berkecukupan.
Ya Allah ampuni dosa ibuku…
Maafkan segala kesalahannya…
Terimalah semua amal ibadahnya…
Tempatkan ibuku di sorga-Mu yang terindah, bersama Bapak dan bersama orang-orang yang datang sebelum kami, yang beriman dan Engkau sayangi.
Ibu… tenanglah di atas sana…
Doa kami selalu menyertaimu…
We love you always ibu…
Jakarta 29 April 2020
Hj Siti Hardiyanti Rukmana
Tulisan ini juga diunggah oleh akun jejaring sosial Instagram yang dikelola Mbak Tutut, @tututsoeharto, dalam rangka mengenang 24 tahun berpulangnya Ibu Tien.