Pemerintah memutuskan untuk melakukan tes secara besar-besaran dengan rapid test corona demi menekan angka penyebaran virus corona. Rencananya pemerintah akan mendatangkan ratusan ribu alat rapid tes, untuk bisa mendeteksi infeksi COVID-19.
Rapid test adalah suatu metode pemeriksaan cepat untuk melihat suatu infeksi di tubuh. Ada berbagai cara rapid test yang bisa dilakukan. Namun pada kasus corona, Indonesia akan menggunakan metode pemeriksaan IgG dan IgM yang diambil dari sampel darah.
IgG adalah singkatan dari Immunoglobulin G dan IgM adalah kependekan dari Immunoglobulin M. Keduanya merupakan bentuk dari antibodi atau bagian dari sistem kekebalan tubuh. IgG adalah jenis antibodi yang paling banyak ada di darah dan cairan tubuh lainnya. Antibodi ini, bertugas untuk melindungi tubuh dari infeksi dengan cara mengingat bakteri atau virus yang sebelumnya pernah terpapar di tubuh Anda. Saat virus atau bakteri itu kembali, tubuh sudah tahu bahwa ia harus dilawan.
Ads by Kiosked
Sedangkan IgM adalah antibodi yang terbentuk saat Anda pertama kali terinfeksi oleh virus ataupun bakteri jenis baru. Bisa dibilang, IgM adalah garda terdepan pertahanan tubuh kita. Saat tubuh merasa bahwa ada infeksi yang akan terjadi, maka kadar IgM di tubuh akan meningkat, sebagai persiapan melawan virus atau bakteri. Lalu, setelah beberapa saat, kadar IgM akan mulai menurun, digantikan oleh IgG yang akan melindungi tubuh dalam jangka waktu lebih lama.
Saat Rapid Test COVID-19 maka nantinya orang yang menjalani pemeriksaan ini kurang lebih akan menjalani pemeriksaan sebagai berikut:
– Sampel darah diambil sedikit dari ujung jari.
– Lalu, sampel tersebut diteteskan ke alat rapid test.
– Selanjutnya, cairan pelarut sekaligus reagen akan diteteskan di tempat yang sama.
– Tunggu 10-15 menit.
– Hasil akan tampak di alat berupa garis.
Jika hasilnya positif, maka ada kemungkinan bahwa orang tersebut memang sedang mengalami infeksi. Namun, hasil dari rapid test tidak bisa langsung dijadikan acuan untuk menganggap bahwa orang tersebut positif atau negatif vinfeksi virus corona. Jika hasil rapid test positif, maka orang tersebut perlu menjalani pemeriksaan lebih lanjut lagi menggunakan pemeriksaan swab tenggorokan dan hidung. Hasil swablah yang bisa dijadikan pegangan seseorang positif atau negatif COVID-19.
Hal yang perlu diperhatikan seputar hasil rapid test
Rapid test memang bisa berperan sebagai langkah penyaringan, untuk mempercepat deteksi infeksi virus corona. Meski begitu, ada hal yang perlu diperhatikan. Hasil rapid test, tidak 100 persen akurat. Masih ada faktor-faktor lain yang bisa membuat alat ini mengeluarkan hasil false negative atau negatif palsu.
Menurut Medical editor SehatQ, Anandika Pawitri rapid test dengan metode antibodi ini merupakan tindakan skrining dan bukan konfirmasi. Untuk bisa memastikan status positif corona, pemeriksaan menggunakan swab harus tetap dilakukan.
“Saat alat itu membaca bahwa di tubuh kita ada IgG dan IgM yang terbentuk, itu artinya ada dua hal. Pertama, dia memang terinfeksi corona, atau kedua, dia bisa aja cross reaction antibody dengan virus lain,” katanya.
Maksud dari cross reaction antibody dengan virus lain adalah di tubuh orang yang diperiksa, memang sedang terjadi infeksi virus, namun bukan infeksi virus corona. Infeksi virus lain juga bisa mengubah kadar IgG dan IgM di tubuh, sehingga saat rapid test dilakukan, hasilnya akan keluar positif.
Ia menambahkan, apabila hasil pemeriksaan rapid test tersebut negatif, bisa disebabkan karena antibodi COVID-19, belum terbentuk di tubuh kita. Memang antibodi tersebut tidak akan langsung terbentuk di tubuh setelah paparan terjadi dan membutuhkan waktu beberapa hari. Jadi, bisa saja Anda melakukan pemeriksaan di waktu yang kurang tepat, sehingga antibodi belum terbentuk. Padahal, virus tersebut sudah ada di dalam tubuh.
Terakhir, dr. Anandika menambahkan bahwa karena virus corona masih baru, masih banyak sifat-sifatnya yang belum diketahui secara jelas, termasuk waktu terbentuknya antibodi setelah paparan terjadi. Setelah Anda melalui prosedur rapid test dan mendapatkan hasil yang negatif, tetaplah menjalani karantina mandiri dan melakukan social distancing, selama setidaknya 14 hari. Apalagi, jika Anda mengalami gejala-gejala seperti demam, batuk, dan sesak napas.
[tempo .co]