Usai ke Ombusdman, Ahli Waris The Tjin Kok Laporkan Bank DKI ke TGUPP

Meski perkaranya sudah diputus pengadilan dan dinyatakan inkrah oleh Mahkamah Agung sejak 2006, harapan Ham Sutedjo, ahli waris The Tjin Kok untuk mendapat keadilan, nampaknya masih akan berjalan panjang. Pasalnya pihak terperkara, yakni PT Bank DKI, sampai hari ini tak juga memenuhi kewajibannya.

“Padahal pihak Bank DKI mengaku akan tunduk dan patuh pada hukum dan sudah berjanji akan memenuhi kewajibannya pada Maret 2017. Tapi sampai sekarang kewajiban itu tak juga dipenuhi. Ketika kita pertanyakan, mereka justru tak bisa memberi kepastian kapan akan membayar kewajibannya itu,” ujar Lieus Sungkharisma, selaku kuasa Ham Sutedjo.

Lieus mengungkapkan hal itu usai melaporkan kasusnya ke Ombusdman RI, Senin (9/3/2020). “Pihak Ombusdman RI berjanji akan memeriksa laporan kami dan meminta penjelasan ke Bank DKI untuk penyelesaian kasusnya,” ujar Lieus.

Menurut Lieus, laporan ke Ombusdman ini mereka lakukan karena Osbusdman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara.

“Kita memang sangat berharap Ombusdman bisa menjadi pintu bagi penyelesaian atas kasus hukum yang dialami bapak Ham Sutedjo,” jelas Lieus.

Apalagi, kata Lieus, demi mendapatkan hak-haknya, sejak belasan tahun lalu Ham Sutedjo telah menempuh berbagai cara. Tak hanya berperkara di pengadilan dan dinyatakan menang, ahli waris The Tjin Kok itu bahkan sudah pernah melaporkan kasusnya ke Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi TGUPP (Tim Gabungan Untuk Percepatan Pembangunan) DKI Jakarta.

“Waktu itu TGUPP, melalui ibu Nursyahbani Katjasungkana menyarankan kita untuk melaporkan ke Badan Pengawas BUMD DKI. Tapi ironisnya sampai sekarang surat pengaduan kita ke Badan Pengawas BUMD DKI tidak dijawab,” ujar Lieus.

Anehnya, ujar Lieus, di tengah upaya Ham Sutedjo menuntut keadilan itu, pihak Bank DKI justru mengeluarkan dana cukup besar untuk membayar pengacara, padahal kasusnya sudah dinyatakan inkrah oleh MA pada tahun 2006.

Dalam annual report Bank DKI tahun 2016 untuk Kerjasama Penanganan Permasalahan Hukum dengan Pihak Ketiga, pihaknya justru menemukan Bank DKI telah mengeluarkan angka fantastis untuk biaya jasa (service fee) kepada Kantor Hukum Arifin Djauhari & Partners sebesar Rp. 2.325.000.000,-

“Jumlah fantastis itu untuk biaya perkara hukum dengan The Tjin Kok & Rudi Harsono,” kata Lieus.

“Lebih aneh lagi, di tahun 2017 biaya jasa (service fee) itu tak lagi tercantum. Namun dalam annual report Bank DKI di tahun 2018, biaya service fee untuk kantor hukum Arifin Djauhari & Partners itu muncul lagi dengan jumlah yang sama,” kata Lieus.

Terus terang saja, ujar Lieus, muncul dan hilangnya laporan biaya jasa di Annual Report Bank DKI dalam perkara hukum dengan The Tjin Kok itu mengundang kecurigaan kita.

“Sepertinya memang ada yang tidak beres dalam pengelolaan keuangan di Bank DKI. Karena itulah kita akan melaporkan kembali soal ini ke TGUPP. Kita berharap TGUPP DKI dapat memberi solusi atas perkara yang menimpa salah seorang warga DKI Jakarta ini,” ujar Lieus.