Pembina Federasi Guru dan Tenaga Honorer Swasta Indonesia (FGTHSI) Didi Suprijadi mengancam akan menggelar unjuk rasa jika pemerintah tak segera menerbitkan surat keputusan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK atau P3K).
“Teman-teman guru honorer ancam, kalau enggak diselesaikan P3K, tunggu 20 Februari. Aksi,” kata Didi dalam diskusi Polemik Trijaya di Hotel Ibis, Jakarta, Sabtu, 15 Februari 2020.
Didi mengatakan, banyak pegawai P3K di daerah yang sudah satu tahun belum mendapatkan SK. Selain itu, Didi mengaku semula menyambut baik kebijakan penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bisa menggaji honor guru honorer maksimal 50 persen.
Namun, ia menganggap hal itu akan percuma karena persyaratan guru honorer harus memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Sebab, tak semua guru honorer memiliki NUPTK lantaran pemerintah daerah enggan menerbitkannya.
Ancaman tersebut pun langsung ditanggapi Plt. Kabiro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga Masdiana. Ia mengatakan bahwa persoalan pendidikan tidak akan selesai jika memakai model ancaman. “Pendidikan pakai ancam-ancam enggak akan selesai,” kata Erlangga.
Adapun mengenai persyaratan guru honorer bisa digaji dari dana BOS maksimal 50 persen, Erlangga mengatakan perlu memenuhi syarat tersebut. “Kalau ada guru belum ada NUPTK, belum sertifikasi, tidak terdaftar di Dapodik sampai 31 Desember, ya memang enggak bisa.”
Erlangga mengatakan, anggaran dana BOS bukan untuk menyelesaikan semua persoalan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berusaha untuk memberikan alternatif dan jalan keluar terkait dana BOS, yang selama ini terlalu membatasi dan membuat kepala sekolah enggan menerima dana BOS.
[Tempo.co]