Universitas dan sekolah melanggar konstitusi yang memberikan ancaman droup out (DO) untuk mahasiswa serta pelajar yang ikut demonstrasi.
“Demonstrasi itu dilindungi undang-undang. Yang memberikan ancaman DO untuk mahasiswa dan pelajar merupakan pelanggaran konstitusi,” kata aktivis Malari 74 Salim Hutadjulu kepada suaranasional, Jumat (4/10/2019).
Kata Salim, badan PBB untuk anak-anak UNICEF memberikan pernyataan mendukung pelajar Indonesia berdemonstrasi. “Pihak sekolah harus membaca lagi aturan tidak asal mengancam DO,” jelas Salim.
Menurut tahanan politik era Soeharto ini, harusnya pihak kampus mendukung mahasiswa berdemonstrasi.
“Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mendukung mahasiswa berdemonstrasi, Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) seperti UMY, UMJ, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mendukung mahasiswanya berdemonstrasi,” jelas Salim.
Salim mengatakan, demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan pelajar merupakan bentuk kepedulian terhadap bangsa dan negara.
“Mahasiswa dan pelajar demo menolak UU KPK hasil revisi. Artinya UU itu berpotensi memberikan peluang para koruptor untuk menjarah uang negara,” ungkap Salim.
Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi (AMuKK) menerima 39 laporan berkaitan ancaman hak pendidikan dari mahasiswadan pelajar setelah rangkaian aksi di sejumlah daerah.
Unjuk rasa menyuarakan sejumlah tuntutan di antaranya penolakan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan beberapa RUU bermasalah berlangsung sejak 23 hingga 30 September 2019.
Peserta aksi bukan hanya dari kelompok buruh dan koalisi masyarakat sipil melainkan juga mahasiswa hingga pelajar.
Anggota Tim Advokasi AMuKK, Alghiffari Aqsa mengatakan puluhan laporan itu salah satunya mengenai pengaduan dari mahasiswa yang akan dikeluarkan atau drop out dari universitas akibat ikut aksi.
“Dari 39 pengaduan itu ada empat kluster: satu yang di-DO, kemudian kedua yang diancam di-DO ataupun sudah diberi peringatan ataupun diberi sanksi, ketiga yang ditangkap dan diberi ancaman kekerasan seksual–ada yang di takut-takutinya diancam mau disodomi. Lalu keempat ancaman lisan saja atau larangan-larangan,” jelas Alghiffari, Kamis (3/10) dikutip dari CNN Indonesia.