Oleh : Nasrudin Joha
Pada Rabu 29 Juli 2015 silam, Puluhan ulama Nahdlatul Ulama bertemu di Yogyakarta untuk menyusun usulan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang salah satunya merekomendasikan hukuman mati bagi koruptor. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam pertemuan bertajuk “Halaqah Alim Ulama Nusantara Membangun Gerakan Pesantren Anti Korupsi” itu antara lain untuk disampaikan dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur pada 1-5 Agustus 2015.
Alasan rekomendasi dibuat, Karena korupsi maupun money laundering (pencucian uang) berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Begitu, Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Isomuddin saat menyampaikan dalam jumpa pers.
Rekomendasi hukuman mati tersebut disebut memiliki tujuan memperingatkan kepada aparat penegak hukum agar lebih serius menangani tindak pidana korupsi, termasuk menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor. Terlebih lagi, meskipun publik menganggap korupsi telah berlangsung berulang-ulang tapi belum ada seorang hakim pun yang berani memutus hukuman mati.
Jika rekomendasi ini konsisten, ada baiknya rekomendasi ini diterapkan kepada Imam Nahrawi, tersangka korupsi 26,5 miliar di lingkungan kemenpora. Ada beberapa argurmentasi penting yang dapat dijadikan pertimbangan rekomendasi NU ini untuk dieksekusi pada kasus yang menimpa Imam Nahrawi :
Pertama, kasus yang menimpa Nahrawi adalah kasus korupsi. Hal ini sejalan dengan pertimbangan rekomendasi ulama NU yang menegaskan korupsi maupun money laundering (pencucian uang) berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Kedua, kasus yang menimpa Imam Nahrawi ini adalah kasus berulang. Sebelumnya, ada kasus korupsi Rohmahurmuzy dilingkungan kemenag yang juga sangat melukai perasaan publik. Karena itu, hakim perlu menerapkan hukuman mati yang diterapkan kepada Nahrawi agar kasus semacam ini tak berulang dikemudian hari.
Ketiga, nilai uang yang dikorupsi Nahrawi buesar rek. 26,5 miliar. Kalau untuk beli cendol, bisa lumpuh Sidoarjo tergenang cendol.
Padahal, pada saat yang sama seluruh rakyat menjerit kesulitan hidup. Barang barang naik, sementara penghasilan justru menurun. PHK terjadi meluas dimana-mana.
Keempat, Rekomendasi NU ini dibuat antara lain untuk disampaikan dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur pada 1-5 Agustus 2015. Parahnya, menurut kesaksian Wakil Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia, Lina Nurhasanah, mengakui pernah mendapat titipan Rp 300 juta dari Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy untuk Muktamar Nahdlatul Ulama di Jombang.
Artinya, eksekusi hukuman mati pada Imam Nahrawi penting agar putusan ini membersihkan nama baik NU sekaligus menjaga reputasi, marwah dan wibawa NU. Dalam hal ini, NU akan dikenang sebagai ormas yang konsisten memerangi korupsi termasuk merekomendasikan hukuman mati kepada koruptor, meskipun koruptor itu kadernya.
Penulis juga sependapat dengan rekomendasi hukuman mati bagi koruptor sebagaimana disampaikan NU ini. Mengingat, korupsi adalah kejahatan ekstra ordinary. Karena itu, butuh sanksi ekstra ordinary agar korupsi dapat dicabut hingga ke akar-akarnya. [].