Presiden Joko Widodo (Jokowi) merusak demokrasi dengan tidak mau menjawab pertanyaan wartawan tentang penangkapan Dandhy Laksono dan Ananda Badudu.
Demikian dikatakan pengamat politik Muslim Arbi dalam pernyataan kepada suaranasional, Sabtu (27/9/2019). “Harusnya Jokowi menyatakan penyesalan atas penangkapan Dandhy dan Ananda,” ungkapnya.
Kata Muslim, penangkapan dan pemberian status tersangka terhadap Dandhy merupakan upaya Rezim Jokowi membungkam kebebasan berpendapat.
“Padahal mengutarakan pendapat merupakan bagian demokrasi yang dijamin undang-undang,” jelas Muslim.
Muslim mengatakan, Rezim Jokowi terusik dengan sikap kritis Dandhy Laksono.
“Ananda Badudu yang menggalang dana untuk demonstrasi dijemput polisi malam hari. Cara yang dilakukan polisi terhadap Dandhy dan Ananda Badudu merusak nama baik polisi,” pungkasnya.
Ketika Jokowi ditanya wartawan terkait penangkapan terhadap dua aktivis, Dandhy dan Ananda Badudu, mantan wali kota Solo mempersilakan Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk menjawab, Jumat (26/9/2019).
Presiden terpilih itu langsung meninggalkan lokasi wawancara di depan Masjid Baiturrahim, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Pratikno kemudian ditanya terkait penangkapan dua aktivis itu, padahal Jokowi mengatakan bahwa memiliki komitmen menjaga demokrasi di Indonesia. Pratikno hanya menjawab bakal mengomunikasikan hal tersebut kepada Tito Karnavian.