Profesor dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Suteki mengkritisi rencana pemberian guru besar kehormatan untuk Puan Maharani.
“Dalam UU no. 12 tahun 2012 Pasal 2 disebutkan bahwa Menteri dapat menetapkan seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa untuk diangkat sebagai Profesor/Guru Besar Tidak Tetap pada perguruan tinggi berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi,” kata Suteki.
Kata Suteki, berdasarkan ketentuan ini, maka sebutan jabatan GURU BESAR KEHORMATAN tidak dikenal, yang ada yaitu GURU BESAR TIDAK TETAP. Doktor Honoris Causa ada, tetapi bukan Profesor Honoris Causa.
Kata Suteki, seseorang yang dicalonkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap bukan berasal dari akademisi.
“Calon Guru Besar Tidak Tetap memiliki karya yang bersifat “tacit knowledge” yang memiliki potensi dikembangkan menjadi “explicit knowledge” di perguruan tinggi dan bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia,” ungkapnya.
Suteki mengatakan, Calon Guru Besar Tidak Tetap diajukan oleh perguruan tinggi setelah melalui Rapat Senat Perguruan Tinggi kepada Menteri dengan dilampiri karya-karya yang bersangkutan.
Ia mengatakan, seseorang dapat dikatakan memiliki prestasi yang luar biasa jika memenuhi angka kredit tertentu, terkhusus di bidang penelitian dan pengembangan ilmu. Misalnya mereka mempunyai HAKI dan publikasi internasional dalam jumlah tertentu atau menghasilkan karya yang mempunyai dampak yang luas dalam arti dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Prestasi luar biasa apa saja yang telah diraih Ibu Puan Maharani sehingga tepat diangkat menjadi guru besar tidak tetap? Mungkin ada rekan yang bisa menginventarisir prestasi beliau yg dipandang memiliki dampak luas kemanfaatannya bagi masyarakat. Silahkan diuraikan di sini agar dukungan publik semakin kuat,” tanya Suteki.