Ikut Proyek OBOR, Indonesia Dijajah China

Proyek One Belt One Road (OBOR) China adalah neokolonialisme yang bertujuan hegemoni atas negara ini. Proyek-proyek kapitalisme sebagaimana menyasar negara-negara berkembang adalah cara negara kapitalis mencaplok negara berkembang.

Demikian dikatakan pengamat politik Ahmad Sastra dalam pernyataan kepada suaranasional, Kamis (15/5/2019).

Kata Ahmad Sastra, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi memberikan tanggapan penandatanganan kesepakatan proyek tersebut oleh Deputi Infrastruktur dan Wakil menteri Bappenas China, Ning Jizhe di sela-sela Belt and Road Forum di beijing, China, Sabtu (27/4) yang disaksikan oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan itu.

Edy mengatakan harus ada kajian jelas, jika tidak, maka Pelabuhan Kuala Tanjung tidak dapat diterima masuk dalam skema OBOR.

“Edy menegaskan bahwa kerjasama dengan asing terutama China, oleh para pakar ekonomi, harus lebih hati-hati. Hal ini disebabkan karena kerjasama dengan China justru memuluskan strategi loan to own, dengan tujuan China akan mengausai aset-aset ekonomi strategis pada negara-negara lain. Jika demikian, maka hal ini tidak bisa diterima,” jelas Ahmad Sastra.

Sumatra Utara menjadi salah satu dari empat koridor yang ditawarkan Indonesia untuk masuk dalam skema OBOR disamping Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, dan Bali.

“Selain Kuala Tanjung, dua proyek yang akan ikut jalur sutra China dalam waktu dekat adalah kawasan industri Sei Mangke dan Bandara Kualanamu. Tentu hal ini berbahaya mengingat China adalah negara ideologi yang tengah melebarkan sayap hegemoninya,” jelasnya.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, proyek-proyek OBOR China harus berkontribusi mengurangi kemiskinan di dunia, khususnya Indonesia. Populasi keempat provinsi yang menawarkan proyek ini memiliki 30 juta penduduk. Di Bali, angka kemiskinan mencapai 9 persen.

“Ini sejalan dengan dasar program pemerintah, mengurangi kemiskinan dan melindungi lingkungan hidup,” ujarnya di Beijing, Ahad (28/4).

Menurut dia, sebuah proyek disebut berhasil jika dapat menekan angka kemiskinan dan menciptakan peluang kerja lokal. Kerja sama ekonomi dengan luar negeri, kata dia, hal yang tidak bisa dihindari saat ini. Menurut Luhut, tidak ada wilayah yang dapat bertahan dengan menutup perbatasan dari perdagangan. “Indonesia percaya keterbukaan, pragmatisme, dan inovasi,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News