Pemilu 2019 Paling Buruk Pasca Reformasi

Pemilu 2019 merupakan paling buruk pasca reformasi karena terjadi pengelembungan suara untuk paslon 01 maupun kecurangan yang dilakukan partai politik.

Demikian dikatakan Sekjen Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (Apperti) Taufan Maulamin, Selasa (23/4/2019).

Menurut Taufan, Apperti mendukung upaya pengungkapan adanya kecurangan Pemilu, seperti penggelembungan suara bagi capres dan cawapres 01 dan penyusutan suara bagi pasangan 02.

Kata Taufan, kecurangan semakin tampak karena di berbagai daerah ditemukan surat suara yang telah tercoblos. Selain itu, di luar negeri, menurutnya, banyak WNI yang tidak bisa mencoblos karena sikap Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang tidak kompromistis. Selain itu adanya intimidasi bagi pemilih di beberapa daerah untuk mencoblos pasangan 01.

“Di luar negeri, banyak rakyat Indonesia tidak mencoblos karena kehabisan surat suara atau alasan lainnya,” terangnya.

Taufan mendukung berbagai pihak untuk melaporkan adanya kecurangan tersebut agar Pemilu 2019 bisa jujur dan adil.

Dia menyoroti Pemilu kali ini yang jauh dari rasa keadilan, mempertontonkan kecurangan, intimidasi, penghilangan serta perusakan kotak serta surat suara.

Di beberapa daerah, menurutnya, telah terjadi upaya pencurian Form C-1 Plano yang merata di seluruh Indonesia. KPU juga sering salah input dengan pola yang seragam sehingga mengurangi jumlah suara paslon 02.

“Sebagai akademisi, kita memiliki kepentingan besar terhadap penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil. Tanpa keduanya, maka integritas KPU dipertanyakan dan keabsahan hasil Pemilu juga bisa ternoda,” jelasnya.

Lebih dari itu, Taufan juga mengimbau semua pihak untuk menjaga kondusivitas pascapemilu. Dia tidak ingin terjadi perpecahan sesama anak bangsa.

“Untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara, kita mendesak KPU untuk jujur dan adil dalam menghitung hasil suara,” katanya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News