Sebanyak 10 orang warga Desa Bedingin, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan dengan didampingi anggota LPRI (Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia) DN Pusat mendatangi Kejaksaan Negeri Lamongan dengan tujuan menanyakan perkembangan laporan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaksana, distributor dan pengawas BSPS – BK (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya – Berbasis Komunitas) yang bersumber dari dana APBN tahun 2015.
Mereka di antaranya Kasmo, Ratno, Suwaji, Abdul Rohman, Pardi, Hendrik, Suwondo, Pardi, Basuki, H. Sutik mewakili 90 warga Desa Bedingin yang menerima program BSPS-BK.
Sedangkan anggota LPRI DN Pusat yakni Candra Sularso dan Supriyadi. Dalam kesempatan tersebut Supriyadi selaku tim investigasi LPRI mengatakan pernah melaporkan kasus yang sama ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan pada tahun 2016.
“Saya pernah melaporkan kasus yang sama ke Kejari Lamongan pada 2016 lalu, saat itu masih atas nama pribadi, namun belum ada jawaban,” kata Supriyadi, Kamis (04/04/2019).
Menurutnya, pada pelaksanaannya, para penerima bantuan bedah rumah tidak pernah tahu pasti berapa bantuan yang sebenarnya mereka terima.
“Dan kembali beberapa minggu yang lalu, kami bersama warga Desa Bedingin yang merupakan salah satu dari 7 (tujuh) desa sebagai penerima bantuan program bedah rumah melaporkan ke Kejari Lamongan,” ungkapnya.
Supriyadi menambahkan, agenda hari ini, kami menanyakan sampai dimana perkembangan kasus tersebut berjalan.
Pihaknya menjelaskan bahwa sekira 700-800 rumah yang mendapatkan program BSPS-BK tersebut di Desa Se-Kecamatan Sugio dengan nilai anggaran sekira 9 Milyar dari APBN 2015. Dan untuk anggaran tiap rumah itu berbeda-beda antara 10 juta sd 15 juta.
“Kenapa hal ini kami laporkan, karena warga merasa dirugikan selain itu tidak adanya transparansi nominal material yang dikirimkan kepada warga. Meskipun rumah mereka sudah terbangun. Semoga kasus ini bisa segera terungkap oleh Kejari Lamongan,” terangnya.
“Kami ini hanya tahu bantuan material, dan tidak tahu berapa nilai bantuan uangnya,” kata Suwaji, salah satu di antara warga penerima program bedah rumah yang ikut datang ke Kejari Lamongan.
Menurutnya, penerima bantuan program BSPS-BK tersebut pernah dikumpulkan di kantor Desa Bedingin. Selain itu juga tidak dijelaskan berapa nominalnya.
“Kami pernah dikumpulkan di kantor desa, akan tetapi rekening tabungan dari Bank BTN sebagai penampungan bantuan tersebut tidak pernah diberikan. Hanya sempat ditunjukkan secara simbolis saja,” ungkap kakek yang sampai dengan saat ini harus menanggung hutang Rp. 60 juta karena program tersebut.
Jadi, lanjut Suwaji, para penerima bantuan program bedah rumah sama sekali tidak pernah tahu buku tabungan atau rekening, termasuk jumlah bantuannya. Karena buku rekening tabungan saat itu dibawa oleh perangkat desa.
Dibenarkan Basuki, warga penerima bantuan hanya dipasok bahan material, tanpa tahu jumlah uang bantuannya.
“Kami ingin tahu, kalau dana itu lebih, lebih berapa. Kalaupun kurang, kurang berapa,” kata Basuki.
Dibeberkan, saat itu ia hanya menerima bantuan material berupa, semen 30 zak, keramik 72 dos, pasir 1 dump truk, .dan ditambah 2 pikap.(RINTO CAEM).