Sawah menghijau bak permadani, angin semilir di pantai membelai helaian rambut bidadari, dan sejuknya udara pegunungan membawa aroma pinus basah. Indonesia tetap mengalir dalam kedamaian dan keindahan.
Namun di istana, sekelompok penggila kekuasaan mengumbar suasana tegang. “Potong kuping saya”, “Potong leher saya”. Bahkan tidak hanya punggawa, sang kandidatpun mengumbar ucapan berbau makna durjana “sontoloyo, genderuwo”, dan sang wakil dengan marah berkata “budeg”.
Mereka mengklaim kelompok paling ngerti agama, paling memahami toleransi, paling merasa Pancasila dan paling membumi di negeri ini. Tapi suasana hati kegamangan tidak bisa dihijab dengan sumpah serapah. Keputusasaan didengungkan, kata kasar digemakan. Mereka sempurna mengekspresikan secara gamblang, bahwa kekalahan menjelang.
Oleh: Alhadi Muhammad