Petinggi PSI yang sudah dilaporkan Bareskrim Mabes Polri oleh Bawaslu karena melanggar kampanye Pemilu tidak akan dipenjara karena kedekatan dengan Istana dan dana taipan berlebih.
“Kalau berhadapan hukum dengan pendukung Jokowi sangat sulit, walaupun yan melaporkan itu lembaga negara Bawaslu. Petinggi PSI akan lolos dari jerat hukum,” kata pengamat politik Muslim Arbi kepada suaranasional, Jumat (18/5).
Menurut Muslim, justru kasus ini menjadi panggung bagi PSI untuk mengenalkan ke masyarakat. “Dari pemberitaan di berbagai media masyarakat mengenal PSI. Ini iklan dan kampanye gratis,” jelas Muslim.
Kata Muslim, PSI ini bagian penguasa untuk menggaet suara kalangan milineal. “Walaupun tim Jokowi sudah punya untuk menarik suara kalangan milineal, tetapi keberadaan PSI sangat diperkuat terutama untuk menarik kalangan muda dan remaja,” papar Muslim.
Muslim mengatakan, aparat kepolisian harus membuktikan tidak dalam cengkraman penguasa dengan segera memproses laporan Bawaslu. “Publik masih ingat sampai sekarang laporan Wakil Ketua DPR Fadli Zon terhadap Raja Juli Antoni ke Bareskrim Mabes Polri tidak ada kejelasan sampai sekarang,” pungkasnya.
Petinggi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terancam pidana penjara atas dugaan pelanggaran kampanye Pemilu 2019 di luar jadwal. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Kamis (17/5), melaporkan Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Wasekjen PSI Setia Chandra Wiguna ke Bareskrim Mabes Polri karena diduga menginisiasi pemasangan iklan di sebuah media massa cetak.
Menurut Ketua Bawaslu RI Abhan, PSI melanggar aturan kampanye yang ditentukan undang-undang. Sesuai aturan, masa kampanye resmi Pemilu 2019 dimulai 23 September 2018-13 April 2019. Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan, parpol yang kampanye di luar jadwal akan disanksi pidana. Ancaman hukuman penjara satu tahun dan denda Rp 12 juta.
“Ini sudah jadi wewenang polisi untuk melanjutkan dugaan pelanggaran kampanye PSI ke tingkat penyidikan,” katanya di Jakarta, Kamis (17/5).