Putra Mbah Maimoen Zubair Protes Keras Sa’i Sambil Bersyair Ya Lal Wathon

Sa’i sambil bersyair Ya Lal Wathan (IST)

Anggota Ansor maupun Banser yang melakukan sa’i sambil melantunkan syair Ya Lal wathan dapat melukai perasaan umat islam se-dunia bahkan bisa merusak hubungan kedua-belah negara, Indonesia-Arab Saudi.

Demikian dikatakan putra ulama kharismatik KH Maimoen Zubair, KH Abdurrouf Maimoen (Gus Rouf) yang juga menjabat Rais Syuriah MWCNU Sarang, Rembang, Jawa Tengah.

Kata Gus Rouf, kalau ini tidak disikapi, maka akan menimbulkan persepsi di masyarakat, bahwa sya’ir ya lal wathan merupakan dzikir yang maysru’ yang sunnah dibaca pada waktu sa’i.

“Walaupun sa’inya sah, namun ditinjau dari sudut manapun, melantunkan syair tersebut tidak dibenarkan, tidak beradab dan merusak tatanan. Akibatnya, akan menimbulkan citra buruk NU di dunia international,” ungkapnya.

Gus Rouf mengatakan, sebagai langkah konkrit, PBNU sebagai organisasi yang menaungi institusi tersebut harus bersikap tegas, memberi teguran atau memberikan sanksi sebagai bentuk kontrol institusional.

“Ini perlu dilakukan supaya kejadian yang sama tidak terulang lagi. Sikap tegas dari PBNU saat ini sangat ditunggu masyarakat, karena kejadian tersebut sudah blunder di kalangan warga nahdliyin, supaya tidak menyisakan berbagai pertanyaan dan menimbulkan fitnah,” jelas Gus Rouf.

Sebagai bagian dari NU, Gus Rouf sangat prihatin melihat opini masyarakat yang berkembang saat ini, di mana PBNU terkesan diam dan tidak ambil pusing dengan berbagai manuver tokoh-tokoh NU yang terjadi akhir-akhir ini yang menuai kontroversi.

“Kalau PBNU diam, maka NU akan menjadi sorotan masyarakat, dan akan menimbulkan kesan bahwa NU saat ini lemah, retak, bahkan tidak mungkin akan timbul opini, bahwa NU telah ikut andil di dalamnya. Warga nahdliyin hanya butuh jawaban jelas dan sikap tegas dari PBNU yang selama ini dipercaya sebagai salah satu wadah mereka dalam berorganisasi dan berdakwah,” ungkap Gus Rouf.

Ia kawatir, hanya karena kejadian-kejadian tersebut, tanpa ada tabayun dan jawaban dari PBNU, rasa kepercayaan warga nahdliyin kepada NU hilang dan perlahan-lahan mereka akan meninggalkan NU dengan berbagai kesan negatif di dalamnya.

“Kami menyadari bahwa perbedaan di kalangan NU dalam masalah furu’iyah akan selalu ada, namun perbedaan butuh sikap yang jelas, sebagai bentuk kontrol institusional. Kontrol tersebut dibutuhkan agar dalam tubuh internal NU tetap utuh, tidak terjadi keretakan, sehingga kita dapat bersama-sama merawat NU, sebagai bentuk tanggung jawab kita kepada para masyayikh pendiri NU,” pungkasnya.