ISTILAH darurat narkoba pertama kali muncul pada tahun 1971. Adalah Presiden Republik Indonesia ke-2 Soeharto, yang kala itu mendengungkan istilah tersebut sebagai cerminan sikap pemerintah atas kemunculan Proxy War berwujud narkoba ini di tengah-tengah masyarakat.
Nyaris setengah abad kemudian, nyatanya di hari ini Indonesia masih dalam kondisi darurat narkoba, bahkan situasinya jauh lebih memprihatinkan dan mengerikan dibanding 47 tahun yang lalu.
Fenomena narkoba saat ini sudah begitu jauh merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Target konsumennya kian bertambah belia dari segi usia, kian variatif modus operandinya, serta kian massif peredarannya. Hampir semua lapisan masyarakat mampu ditembus jaringan barang haram ini. Itulah mengapa banyak kita temui pemberitaan dimana korban narkoba berasal dari beragam kalangan dengan profesi, usia dan latar belakang yang berbeda-beda.
Pemberlakuan hukuman berupa eksekusi mati bagi gembong-gembong narkoba, serta beragam tindakan tegas seperti instruksi tembak mati bandar narkoba yang melakukan perlawanan saat akan ditangkap, kian menegaskan urgensi efek narkoba ini. Sebab, ancaman bahaya narkoba memang tidak main-main, bukan sekedar mengancam keselamatan bangsa, narkoba bahkan diyakini sanggup memunculkan fenomena lost generation kelak jika kondisi ini tak segera tertangani dengan baik.
Di internal TNI AD sendiri, upaya pemberantasan penyalahgunaan narkoba benar-benar menjadi perhatian serius. Secara rutin dan kontinyu, semua satuan kerja (Satker). Jajaran TNI AD memberlakukan tes urine dadakan untuk mendeteksi penyalahgunaan narkoba di kalangan prajurit. Jika didapati ada anggota yang terlibat narkoba, oknum tersebut akan langsung diproses sesuai hukum, serta diberi hukuman tambahan berupa pemecatan dengan tidak hormat dari kedinasan.
Hukuman berupa pemecatan ini merupakan bukti komitmen TNI AD dalam berperang melawan narkoba. Selain untuk memberi efek jera dan menjadi peringatan bagi prajurit-prajurit yang lain agar jangan dekat-dekat dengan narkoba.
Selain tes urine, TNI AD juga secara aktif melakukan penggerebekan kepada anggotanya yang terindikasi terlibat narkoba, baik dari hasil pantauan internal TNI maupun berdasarkan laporan dari masyarakat.
Di ranah eksternal, TNI AD juga tak pernah berhenti melakukan upaya pemberantasan narkoba. Bersama-sama dengan Polri, TNI AD aktif dalam razia gabungan ke tempat-tempat yang dicurigai menjadi sarang produksi narkoba, serta rawan peredaran narkoba.
Demikian pula di kawasan perbatasan, prajurit TNI AD aktif dalam upaya menggagalkan penyelundupan narkoba. Seperti misalnya aksi prajurit 0321/Rokan Hilir yang berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 16 kg daun ganja kering dari Aceh ke Riau. Ada pula aksi prajurit Kodim Berau yang berhasil menggagalkan transaksi shabu seberat 1 kg, yang baru-baru ini mendapat apresiasi dari Badan Narkotika Nasional (BNN).
Penghargaan dari BNN tersebut semakin mengukuhkan komitmen TNI AD atas upaya gencarnya dalam melakukan upaya Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang memang sedang giat-giatnya didengungkan oleh BNN.
Seperti halnya dalam penanganan permasalahan Hankam lainnya, upaya-upaya yang dilakukan TNI AD dalam memerangi narkoba tentu tak akan efektif tanpa dukungan penuh dari seluruh rakyat Indonesia. Sebab narkoba adalah musuh bersama, musuh bangsa ini, yang artinya musuh seluruh rakyat Indonesia. Meskipun terdengar klise, tapi bahu-membahu dalam mengatasi permasalahan narkoba memang menjadi satu-satunya solusi untuk memenangkan peperangan ini.
Kepekaan masyarakat terhadap lingkungan sekitar sangatlah penting. Apabila mendapati aktivitas mencurigakan ataupun mengetahui informasi sekecil apapun terkait peredaran narkoba, masyarakat harus segera melaporkannya kepada aparat keamanan setempat, baik Polri maupun TNI. Sehingga bisa segera dilakukan pengembangan dan ditindaklanjuti hingga sampai ke tahap penindakan.
Memunculkan role model dari berbagai kalangan, terutama publik figur tak terkecuali dari TNI, bisa menjadi salah satu alternatif yang perlu dijajaki untuk menarik perhatian anak-anak muda kekinian di era saat ini. Bukan perkara mudah memang, mencari sosok yang punya segudang prestasi, mampu merangkul anak muda serta bersih dari narkoba, namun bukan berarti mustahil untuk ditemukan.
Terakhir, upaya-upaya memerangi narkoba juga harus berbanding lurus dengan perkembangan di organisasi jaringan narkoba itu sendiri. Jika teknologi yang digunakan dalam peredaran narkoba makin canggih, maka aparat keamanan juga harus dipersenjatai dengan teknologi canggih untuk mencegahnya. Jika Bandar-bandar narkoba makin keji dalam melakukan aksinya, aparat keamanan kita juga tak boleh segan-segan menindak tegas mereka. Tentunya harus dibarengi pula dengan regulasi memadai dari pemerintah sebagai payung hukum bagi aparat dalam bertindak.
TNI AD memahami betul bahwa perang melawan Proxy War bernama narkoba, bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan perjuangan dan komitmen bersama dari seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama meraih kemenangan yang kita impikan. Dengan melakukan upaya-upaya tersebut diatas, setidaknya menunjukkan semangat perlawanan dan pantang menyerah kita sebagai anak bangsa yang peduli akan keselamatan Ibu Pertiwi.
Rapatkan barisan, meskipun entah sampai kapan, tapi target kita bersama jelas, perangi narkoba dengan segala upaya dan daya, demi masa depan anak cucu kita, generasi emas bangsa ini.
Penulis adalah Brigadir Jenderal TNI Alfret Denny Tuejeh, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat.