Sebagian tokoh-tokoh NU dengan penuh kesadaran mereka telah berjuang untuk memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, walaupun dalam tingkatan moderat.
“Ada upaya-upaya menggiring umat menuju satu pemahaman bahwa beragama hanyalah urusan pribadi semata,” kata murid ulama Mekah Arab Saudi, Sayyid Maliki, KH Luthfi Bashori kepada wartawan beberapa waktu lalu
Kata pengasuh Pengasuh Pondok Pesantren Ribath Al-Murtadla Al- Islami, Singosari, Malang munculnya sekulerasime di kalangan NU rasa kebangsaan yang lebih tinggi di kalangan warga NU, melebihi kewajiban dalam meningkatkan ghirah keislaman.
“Ukhuwah islamiyah yang semestinya selalu dinomor satukan, justru ditinggalkan. Sedangkan ukhuwah wathaniyyah maupun basyariyah yang semestinya berada diurutan kedua dan ketiga, justru dijadikan sebagai acuan utama dalam bermasyarakat,” ungkapnya.
Kata Kiai Luthfi, sekularisme ternyata sedikit demi sedikit telah merasuki jiwa sebagian warga NU. Tak jarang mereka lebih merespon perjuangan hak asasi manusia secara makro, termasuk kalangan non muslim atau penyetaraan gender yang jauh dari tuntunan dan ajaran Nabi Muhammad SWA, dari pada memperjuangkan penerapan syariat Islam yang menjadi hak Allah.
“Tokoh-tokoh NU kini mulai meninggalkan tradisi tawaddhu` (budaya rendah diri) di depan warganya di saat memperebutkan jabatan, baik jabatan dalam tubuh organisasi NU sendiri, maupun jabatan dalam pemerintahan,” ungkapnya.
Menurut Kiai Luthfi, banyak di kalangan warga NU yang telah mengabaikan nilai-nilai moral kesopanan dan hukum fiqih di dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.
“Bahkan yang patut disayangkan dari dampak semua itu, ternyata masih banyak pula warga NU yang keabsahan shalatnya-pun masih perlu dipertanyakan, karena ketidakmengertian terhadap hukum fiqih, bahkan ada pula yang secara sengaja meninggalkan kewajiban shalat lima waktu,” jelasnya.
BACA JUGA:
- Gardu Banteng Marhaen: Polisi Harus Batalkan Safari Dakwah Ustadz Somad di Jakarta-Tangerang.
- Astaghfirulloh, Politikus PDIP Sebut LGBT Sunnatullah dan Halal dalam Islam
- Jeremy Tety Pendukung LGBT Alami Sakit tak Bisa Disembuhkan?
- Pergantian Kepala Bais Mendadak, Prabowo: TNI Keadaan Darurat?
Dalam percaturan politik akhir-akhir ini, upaya kelompok sekuler semakin menemukan kemapanan dan sangat mengejutkan.
Ia mengatakan, partai-partai sekuler sangat diminati oleh waga NU, baik disadari maupun tidak. Padahal kelompok sekuler telah menyiapkan skenario pencaplokan terhadap hak-hak umat Islam dalam menjalankan kebebasan kehidupan beragama sesuai hukum Islam di segala aspek.
Mulai hukum Islam yang mengatur kehidupan pribadi, rumah tangga, cara hidup bermasyarakat, bahkan cara hidup berpemerintahan atau bernegara.
“Sebagai contoh konkrit, para ulama NU di masa lampau akan selalu mengedepankan pendapat jumhur (mayoritas) ulama di dalam memutuskan suatu hukum, namun kelompok sekuler sedikit demi sedikit menggiring warga NU untuk meninggalkan tradisi para sesepuhnya,” ungkapnya.
Ia mengatakan, Qaul mu`tamad (pendapat terkuat) dalam empat madzhab yang selama ini diyakini kebenarannya oleh warga NU, semisal haramnya wanita menjadi pemimpin di pemerintahan. Keyakinan untuk berpegang teguh terhadap qaul mu`tamad, mulai tergeser oleh derasnya sekularisasi dalam tubuh NU, termasuk pada tingkat elit NU sekalipun. Karena itu sebagian warga NU mulai membolehkan wanita menjadi presiden.
Maka dasar hukum sebagai rujukan warga NU bukan lagi bersumber kepada Al Qur`an, Al Hadits maupun pendapat ulama salaf yang tertera di dalam fiqih empat madzhab, tetapi lebih disandarkan kepada wawasan kebangsaan, fanatisme, materialisme, kursiisme, dengan mengedepankan pendapat fiqih syadz (lemah/tertolak) demi lancarnya program sekularisasi terhadap warga NU.
Kata Kiai Luthfi, apabila umat Islam, khususnya warga NU mulai menyadari akan bahaya sekularisme, maka wajib bagi mereka untuk memerangi pengaruh faham ini dalam menjalani roda kehidupan pribadi, berorganisasi maupun bernegara. Sebab jika terlambat dalam mengantisipasi gencarnya sekularisme dalam tubuh NU, maupun di kalangan umat Islam pada umumnya, maka umat Islam pulalah yang menjadi korban di masa mendatang.
“Untuk itu hendaklah setiap warga NU yang konsisten, berusaha mengembalikan misi organisasi, sesuai dengan tujuan para sesepuh saat merintis berdirinya NU, yaitu merujuk Qanun Asasi Jam`iyyah Nahdlatul Ulama, yang sangat identik dengan keislaman secara murni,” pungkasnya.