Survei Ini Sebut Elektabilitas Jokowi Makin Jeblok

Presiden Jokowi (IST)

Elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) menurun tajam karena kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat sehingga masyarakat mencari capres lainnya.

“68,3 persen responden mengatakan, bahwa hidup mereka kekurangan karena pendapatan yang dihasilkan tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari,” kata Direktur Eksekutive INES, Edi Sektianto, Selasa (12/12).

Karena penghasilannya tak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, kata dia, para responden pun mengaku beberapa kebutuhan sehari-hari mereka terpaksa diabaikan. Misalkan kebutuhan akan pakaian dan lauk pauk. 

“27,8 persen mengatakan cukup, tidak ada sisa pendapatan yang bisa disimpan. Dan sisanya sebanyak 3,9 persen menyatakan ada peningkatan pendapatan,” tambahnya.

Kondisi itu, menurut Edi, diperparah dengan sebanyak 71,7 responden menyatakan selama 3 (tiga) tahun terakhir sangat sulit mencari pekerjaan, 26,7 persen mengatakan ada lapangan kerja tapi banyak yang tidak sesuai dengan tingkat pendidikan ataupun keahlian yang dimiliki masyarakat. Dan sebanyak 1,6 persen menyatakan banyak tersedia lapangan kerja. 

INES kemudian mencari tahu seberapa besar tingkat elektabilitas Presiden Jokowi. Dari 12 nama, Jokowi hanya meraih 27, 2 persen. Sementara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mendapat nilai tertinggi yakni 41,8 persen.

Disusul Gatoto Nurmantyo 7,8 persen, Anies Basweden 1,1 persen, Sri Mulyani 1,1 persen, Puan Maharani 5,7 persen, Agus Yidhoyono 1,1 persen, Harry tanoe 0,7 persen, Zulkifli Hasan, 2,1 persen, Cak Imin 1,7 persen, Rizal Ramli 1,6 persen, Tito Karnavian 1,7 persen. Sementara tidak memilih nama 6,4 persen. 

Saat disandingkan Jokowi, Prabowo dan Gatot Nurmantyo, lagi-lagi Jokowi tumbang dengan Prabowo. Dimana Prabowo memperoleh 52,1 persen disusul Jokowi 31,1 persen dan Gatot Nurmantyo 16,7 persen. 

“Dari hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan Jokowi-JK gagal. Karena tak ada satupun janji kampanye Jokowi-JK dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahun ini. Mulai dari janji menolak hutang luar negeri sampai swasembada pangan,” tegasnya.

Yang terjadi kata dia justru sebaliknya. Pasalnya hutang luar negeri terus bertambah dan ketersediaan pangan kita justru dipasok oleh impor. Kemudian tak ada perbaikan terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta masyarakat umum masih saja mendapatkan kesulitan dikarenakan biaya yang tinggi untuk mengakses kedua hal tersebut. 

Lebih lanjut kata dia, melesatnya Gerinda dan Prabowo Subianto merupakan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Gerindra adalah Prabowo dan Prabowo adalah Gerindra. 

“Tanpa bermaksud mengecilkan pihak lain, tapi itulah pandangan responden,” imbuhnya.

Banyak hal dalam pandangan responden terkait Gerindra. Hal yang sangat dominan adalah sikap Prabowo Subianto yang menunjukan sikap kenegerawanan yang tidak di miliki oleh politisi lain. Prabowo dianggap tegas mendisplinkan kader-kadernya yang berkasus. Tidak ada toleransi bagi kader-kadernya yang melanggar hukum. Gerindra juga di anggap partai yang kadernya paling sedikit terlibat kasus korupsi. Baik terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK maupun kasus-kasus korupsi lainnya. Berbeda dengan PDIP dan Golkar dimana kader-kadernya banyak terkena OTT KPK. 

“Prabowo dianggap tak memiliki dendam politik walau dikhianati oleh kawan sekutunya. Bahkan Golkar sebagai salah satu partai tertua saat ini sedang dalam kondisi terparah sepanjang sejarahnya dari tingkat elektabilitas. Selain karena basis massa Golkar yang menjadi bancakan banyak partai-partai senapas, seperti Nasdem, Demokrat, PKPI dll juga dikarenakan banyaknya kasus korupsi yang membelitnya,” paparnya. 

Survei ini INES mengunakan metode penelitian yang berlokasi di 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indoensia. Pelaksanan survei pada 22 November sampai 1 Desember 2017. Dengan jumlah responden sebanyak 2180 orang. Mereka tersebar secara proposional di 178 kabupaten/ kota. Data berasal dari laki-laki dan perempuan yang bekerja di sektor domestik atau publik, dengan aneka profesi dengan ragam pendidikan dan ragam umur. Adapun Margin of error ± 2,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen

Simak berita dan artikel lainnya di Google News