Tuntutan jaksa terhadap Buni Yani beberapa waktu lalu dinilai tak adil. Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Teuku Nasrullah, jaksa seharusnya menuntut terdakwa kasus dugaan pelanggaran UU ITE itu dua tahun penjara dengan masa percobaan seperti Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan berdasar fakta atas perbuatan yang dilakukan.
“Keputusan harus sesuai kadar kesalahan dan perbuatan. Buni Yani hanya merespons apa yang diucapkan Ahok. Negara harus berterima kasih karena bisa bergerak, bukan justru menghukum. Jika Ahok dihukum, pihak yang membantu proses (pengungkapan) harus diberikan apresiasi, bukan justru dikriminalisasi,” katanya kepada Rabu (11/10) dikutip dari Harnas.co
Kasus Buni Yani tak akan muncul jika tak ada perkara dugaan penistaan agama yang menjerat Ahok. Terlebih, hukuman yang diberikan keduanya tak seimbang antara penyebab dan akibat. Nasrullah menilai, penanganan kedua kasus tersebut menunjukkan rezim pemerintahan saat ini jauh lebih buruk daripada sebelumnya, seperti Orde Lama.
“Rezim pemerintahan yang menggunakan hukum sebagai alat politik harus dilawan,” ujar Nasrullah.
Dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR hari ini (kemarin), Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan, tuntutan terhadap Buni Yani tak terlepas dari kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok. Ahok dipenjara dua tahun akibat ucapannya di Pulau Pramuka terkait surat Al-Maidah. Pernyataan tersebut diviralkan Buni Yani melalui akun facebook yang kemudian menimbulkan polemik.
Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian mengkritisi pernyataan Prasetyo terkait tuntutan kliennya yang cenderung seperti politikus. Menurut dia, tuntutan jaksa bukan berdasar fakta persidangan, melainkan subjektivitas (perasaan pribadi) Jaksa Agung. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara sudah menolak semua kesimpulan JPU yang bersikeras mengaitkan kasus Ahok dengan Buni Yani.