Pengamat: Ujaran Kebencian & Hoax Lebih Berbahaya dari Koruptor

Ujaran kebencian (IST)
Ujaran kebencian (IST)

Menurut Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing, berita-berita hoax dan ujaran kebencian (hatespeech) dapat merusak opini publik.

“Penyebar hoax jauh lebih berbahaya daripada koruptor, karena yang dirusak adalah opini, pandangan, atau persepsi masyarakat. Ini ancaman bagi NKRI karena ada adu domba antaragama, suku, dan lain-lain. Jika NKRI menjadi taruhan, bukankah itu lebih berbahaya daripada pelaku koruptor?” ujarnya di Jakarta, Minggu (27/8).

Emrus melanjutkan, polisi harus memproses hukum secara tegas para tersangka sindikat buzzer hatespeech Grup Saracen. Tak hanya pelaku di lapangan, melainkan juga pemilik agenda, pengucur dana, hingga pemesan berita hoax.

Dia berharap, kasus tersebut dapat dituntaskan maksimal dalam satu tahun.

“Ini adalah momentum yang baik bagi polisi untuk menindak tegas dan membongkar jaringan buzzer. Jangan dianggap enteng, harus dibongkar habis,” tegasnya.

Jika sudah dibongkar, lanjutnya, masyatakat tak akan mudah percaya terhadap berita-berita yang sifatnya provokatif, fitnah, dan hoax. Sindikat jaringan buzzer hatespeech pun akan ketakutan dan tak lagi berani menjalankan bisnis buzzer hatespeech. Sebaliknya, jika proses hukum tidak menutaskan semua persoalan, pengaruh hoax akan semakin kuat.

Diketahui, menguaknya kasus grup Saracen bermula dari penangkapan Sri Rahayu (SR) pada 5 Agustus lalu. SR ditetapkan sebagai tersangka penghinaan pada Presiden Jokowi.

Polri lantas menangkap Jaspriadi yang memulihkan akun facebook SR yang telah dinonaktifkan penyidik. Hasil penyelidikan, Jaspriadi terkait dengan tiga orang lain yang telah ditangkap polisi dalam kasus ujaran kebencian, yaitu SR, Ropi Yatsman dan Muhammad Faisal Tanong.